Suara.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan ada tiga pilihan bagi negara-negara anggota PBB atas draf resolusi, yaitu menyetujui, menentang dan abstain. Tiga pilihan itu menanggapi ihwal Majelis Umum PBB (UN General Assembly) yang memulai sesi perdebatan darurat terkait serangan Rusia terhadap Ukraina.
"Debat ini akan berakhir dengan penuangan dalam bentuk draf resolusi MU PBB yang kemudian akan dipungut suara untuk disetujui atau ditolak pada hari Rabu waktu New York," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Selasa (1/3/2022).
Hikmahanto mengatakan, meski tidak mempunyai kekuatan mengikat, layaknya resolusi Dewan Keamanan PBB, namun resolusi Majelis Umum dapat mengindikasikan bagaimana negara-negara bersikap atas situasi di Ukraina.
Ia mengatakan ada dua kemungkinan draf resolusi yang dirancang.
Pertama bagi Amerika Serikat dan sekutunya yang melihat serangan Rusia atas Ukraina sebagai invasi maka inti dari draf resolusi akan bernuansa mengutuk (condemn) atau mengecam (deplore). Sementara bagi Rusia yang ingin tindakan serangannya terhadap Ukraina dibenarkan tentu inti draf resolusi akan mengacu pada Pasal 51 Piagam PBB terkait hak untuk membela diri.
"Bagi Rusia, Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk yang baru saja diakuinya adalah pihak yang mendapat serangan dari Ukraina. Rusia pun membantu atas dasar pakta pertahanan dengan kedua negara," kata Hikmahanto.
Hikmahanto mengatakan bahwa Indonesia sendiri nantinya dapat mengusulkan draf resolusi alternatif atas dua rancangan tersebut.
"Draf ini intinya agar semua negara yang bertikai untuk segera menghentikan segala bentuk penggunaan kekerasan dan menyelesaikan secara damai. Draf resolusi demikian sesuai dengan pernyataan Presiden Jokowi saat Rusia mulai melakukan serangan, yaitu, setop perang," kata Hikmahanto.
Resolusi demikian, lanjut Hikmahanto bisa menjadi alternatif bagi negara-negara yang tidak ingin mengekor posisi AS ataupun Rusia di satu sisi, dan di sisi lain memberi perlindungan bagi korban rakyat sipil di Ukraina yang tidak berdosa.
Baca Juga: Meski Dikecam Banyak Negara, China Nyatakan Tetap Jalin Kerja Sama dengan Rusia
Menurut Hikmahanto, resolusi itu juga dilandasikan pada pengalaman Indonesia berpuluh-puluh tahun lalu ketika Indonesia berjuang atas integrasi Timor Timur. Di mana pada waktu itu AS dan negara-negara Barat menganggap Indonesia melakukan aneksasi.