Suara.com - Tim Advokasi HAM untuk Papua mengutuk keras tindakan penganiayaan dan penyiksaan terhadap tujuh anak di bawah umur sehingga menyebabkan satu di antaranya meninggal dunia. Korban tersebut adalah Makilon Tabuni yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Tim Advokasi HAM untuk Papua mengatakan, merujuk pada kronologi yang telah diverivikasi, ketujuh anak itu diduga kuat dianiaya dan disiksa oleh aparat TNI. Mereka dituduh mencuri senjata di Pos PT Modern, Bandara Tapulunik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua.
"Peristiwa ini tentu menambah panjang deretan catatan buruk kekerasan oleh Aparat di Papua," tulis Tim Advokasi HAM untuk Papua dikutip dari laman Kontras.org, Selasa (1/3/2022).
Kronologi yang diverivikasi Tim Advokasi HAM untuk Papua, pada 22 Februari 2022, bahwa benar terjadi pencurian senjata di Pos PT Modern. Bandara Tapulunik Sinak, Kabupaten Puncak. Kejadian itu terjadi pada 22.15 WIT.
Kejadian itu terjadi pada malam hari saat semua anggota dan masyarakat sekitar bandara Tapulunik sedang bermain Togel dan permainan Dadu yang dibuka oleh anggota Pos PT Modern.
Peristiwa itu, juga terjadi saat beberapa anak-anak sedang nonton TV di Modern. Dalam situasi tersebut, terdapat tiga oknum melihat sepucuk senjata di depan mereka yang ditinggalkan oleh anggota Pos.
"Sehingga di kesempatan itu, tiga orang oknum langsung mengambil senjata dan kemudian membawa lari," sambung Tim Advokasi HAM untuk Papua.
Setelah menyadari senjata di pos tersebut hilang, petugas menuduh bahwa anak-anak yang sedang nonton TV di pos menjadi pelaku pencurian senjata. Padahal mereka (anak-anak itu) tidak sama sekali mengetahui kejadian dari pencurian senjata tersebut.
Kemudian, petugas di Pos langsung melakukan tindakan kekerasan serta penyiksaan terhadap tujuh anak di bawah umur. Anak tersebut antara lain DM (SD kelas 5), DK (SD Kelas 4), FW, EM, AM, WM, dan Makilon Tabuni (SD Kelas 6).
Baca Juga: Amnesty International Indonesia: Anak-anak Harus Dilindungi Dari Konflik Senjata Di Papua
Tim Advokasi HAM untuk Papua menilai, penyiksaan terhadap tujuh anak tersebut semakin mempertegas kentalnya kultur kekerasan yang digunakan oleh aparat TNI-Polri yang sedang bertugas di wilayah Papua.