Suara.com - Masyarakat Rusia berebut menarik uang dari ATM karena sanksi ekonomi, sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina, mendorong nilai rubel mencapai rekor terendah.
Rubel anjlok sebanyak 30 persen menjadi 120 per dolar AS pada Senin (28/2/2022) waktu setempat.
Antrean panjang mulai terbentuk di ATM pada Minggu (27/2/2022), ketika orang-orang Rusia bersiap menghadapi keruntuhan rubel dengan mencoba menarik mata uang asing.
Tren tersebut terjadi di tengah kekhawatiran bahwa bank akan mulai membatasi penarikan tunai atau bahwa kartu kredit dan debit berhenti berfungsi sepenuhnya.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Negara Rusia, Rel Kereta Terpanjang dan Negara Konglomerat
“Saya sudah mengantre selama satu jam, tetapi mata uang asing hilang di mana-mana, hanya rubel,” kata Vladimir, seorang programmer (28) yang menunggu online di ATM di Moskow, mengatakan kepada Bloomberg.
Warga St. Petersburg yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa penduduk setempat berlari dari ATM ke ATM untuk mendapatkan uang tunai.
“Beberapa beruntung, yang lain tidak begitu banyak,” kata warga dilansir laman New York Post, Selasa (1/3/2022).
Bank Sentral Rusia menaikkan suku bunga acuan negara itu menjadi 20 persen dari 9,5 persen, sebagai upaya untuk menopang rubel dan mencegah keruntuhan total.
Bank juga menghentikan perdagangan di Bursa Efek Moskow untuk hari itu sebagai tanggapan atas meluasnya krisis ekonomi.
Baca Juga: 8 Fakta Menarik Chechnya, Negara Mayoritas Muslim yang Desak Presiden Ukraina Tunduk Pada Rusia
Runtuhnya rubel terjadi ketika AS dan negara-negara di seluruh dunia memberlakukan hukuman yang melemahkan ekonomi Rusia.
Departemen Keuangan AS dan Uni Eropa masing-masing membekukan aset Bank Sentral Rusia di luar negeri.
Pemerintahan Biden menargetkan bank-bank terkemuka Rusia dengan sanksi berat.
Negara-negara Barat juga memutuskan beberapa lembaga keuangan Rusia dari sistem perbankan internasional SWIFT.
Selain itu, banyak negara telah menutup wilayah udara mereka untuk penerbangan Rusia dan memberlakukan sanksi terhadap entitas dan individu tertentu Rusia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin.