Kasus Pemenggalan Perempuan yang Tolak Dilamar, Mengapa Undang Kemarahan?

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 28 Februari 2022 | 16:20 WIB
Kasus Pemenggalan Perempuan yang Tolak Dilamar, Mengapa Undang Kemarahan?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengadilan di Pakistan menjatuhkan hukuman mati kepada seorang pria karena memperkosa dan membunuh putri mantan diplomat yang menolak tawaran pernikahannya.

Noor Muqaddam, 27 tahun, dipukuli, diperkosa dan dipenggal oleh Zahir Jaffer, putra salah satu keluarga terkaya di Pakistan.

Pembunuhan brutal itu terjadi di rumahnya pada 20 Juli tahun lalu.

Rekaman CCTV memperlihatkan dia berusaha melarikan diri namun berakhir sia-sia.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Pembunuhan Gadis 14 Tahun di Samboja, Motif Soal Burung Diragukan Pihak Keluarga AM

Video itu memperlihatkan dia melompat dari jendela, tetapi dia kemudian diseret kembali ke dalam rumah.

Dia kemudian disiksa, diperkosa, dibunuh dan akhirnya dipenggal kepalanya.

Pembunuhan itu menimbulkan reaksi berskala nasional dan mendorong tuntutan agar lebih banyak dilakukan upaya untuk memastikan keselamatan kaum perempuan.

Baca juga:

Pembunuhan Noor Muqaddam oleh pria yang dikenalnya dengan latar kelompok yang sama, yaitu masyarakat kelas atas, mendominasi berita utama selama berbulan-bulan.

Baca Juga: Misteri Pembunuhan Mahasiswa Unej Jember 9 Tahun Lalu Akhirnya Terungkap, Dua Pelaku Dibekuk di Bali

Kasus ini membawa seruan untuk perombakan sistem peradilan pidana Pakistan, yang sanksi hukumannya sangat rendah, terutama untuk kejahatan terhadap perempuan.

Ratusan perempuan dibunuh di negara itu setiap tahun, dan ribuan lainnya menderita akibat tindakan kekerasan.

Banyak pula kasus yang tidak dilaporkan.

Dua pekerja rumah tangga Jaffer dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, karena bersekongkol dalam pembunuhan, sementara orang tuanya dibebaskan walau berusaha menutupinya.

Ayahnya, Shaukat Muqaddam, menyebut putusan itu sebagai kemenangan bagi keadilan dan mengatakan dia ingin memastikan pelaku dan para pelaku pembunuh para perempuan di Pakistan tidak dapat lolos dari tindak kejahatannya.

"Saya bahagia bahwa keadilan ditegakkan," katanya.

"Saya telah mengatakan ini bukan hanya kasus putri saya, ini adalah kasus untuk semua kaum perempuan di negara saya."

Dia berjanji untuk melawan putusan bebas terhadap orang tua Jaffer.

Jaffer, warga negara AS berusia 30 tahun asal Pakistan, juga dapat mengajukan banding atas putusan tersebut.


'Rincian tindakan brutal pelaku terhadap korban terungkap di pengadilan'

Shumaila Jaffery, wartawan BBC di Islamabad

Pada hari-hari setelah kematiannya, banyak yang menuntut keadilan untuk Noor.

Keluarganya hadir di ruang sidang yang penuh sesak di Islamabad dan tampak emosional ketika hakim membacakan putusan.

Jaffer menyandera Noor Muqaddam selama dua hari di rumah keluarganya di distrik mewah di ibu kota setelah dia menolak menikah dengannya.

Di salah satu persidangan, saat dibawa keluar dari ruang sidang dengan sekitar selusin polisi, Jaffer mengatakan kepada wartawan: "Saya marah, saya membunuh Noor dengan sebilah pisau."

Detil-detil tindakan mengerikan oleh pelaku terhadap korban yang terungkap di pengadilan, mengejutkan Pakistan.

Pegiat hak-hak perempuan kemudian turun ke jalan dan di antaranya dengan aksi menyalakan lilin.

Tidak sedikit kaum perempuan maju ke depan dan berbagi kisah tentang kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual.

'Perjalanan panjang'

Pakistan menempati peringkat 153 dari 156 negara dalam indeks kesetaraan gender global.

Dalam beberapa tahun terakhir, sudah ada upaya untuk memperkenalkan undang-undang baru guna melindungi perempuan.

Namun saat ini ada perubahan menjadi lebih baik, menurut Nilofer Bakhtiyar, Ketua Komisi Nasional tentang status perempuan.

"Kasus-kasus terkenal ini selalu ada, tapi sekarang lebih disorot media," ujarnya.

"Keluarga para korban juga sangat mendukung. Dulu, tidak demikian."

Bakhtiyar merasa bahwa protes publik atas pembunuhan Noor Muqaddam adalah bagian dari perubahan.

Namun kekerasan terhadap perempuan tetap menjadi persoalan sangat serius di Pakistan.

Laporan Human Rights Watch baru-baru ini memperkirakan bahwa sekitar 1.000 orang perempuan meninggal dalam apa yang disebut "pembunuhan demi kehormatan" setiap tahun.

Para aktivis meyakini bahwa pola pikir misoginis mengakar begitu kuat di masyarakat, sehingga membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membawa perubahan yang nyata.

Sebulan sebelum pembunuhan Noor Muqaddam, Perdana Menteri (PM) Pakistan Imran Khan dituduh menyalahkan korban dan mendorong kebencian terhadap kaum perempuan.

Ketika itu dia menyatakan bahwa meningkatnya jumlah kejahatan seks di negara itu sebagian karena pilihan berpakaian kaum perempuan.

Pernyataannya membuat marah kaum perempuan dan memicu protes nasional.

Tapi bisakah pembunuhan Noor Muqaddam menjadi momen penting bagi gerakan perempuan di Pakistan, dan menyelamatkan keluarga korban lainnya?

"Keadilan untuk Noor adalah langkah maju, tapi jalan kita masih panjang." kata Khadija Siddique, warga Pakistan yang juga pernah menjadi korban kekerasan oleh teman prianya.


BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI