Suara.com - Data terbaru yang diperoleh karena "kecelakaan" dalam suatu penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa kita benar-benar mengingat seluruh kehidupan kita saat di ambang kematian - hal yang sering diceritakan dalam film-film.
Sekelompok ilmuwan berniat untuk mengukur gelombang otak seorang pasien berusia 87 tahun yang menderita epilepsi.
Namun saat para peneliti melakukan pengukuran, si pasien mengalami serangan jantung yang fatal, sehingga para ilmuwan secara tidak sengaja mendapatkan rekaman aktivitas otaknya saat sakratulmaut.
Rekaman itu mengungkap bahwa selama tiga puluh detik sebelum dan setelah meninggal, gelombang otak pria itu mengikuti pola yang sama seperti saat sedang bermimpi atau mengingat.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Bukti Operasi Telinga Paling Tua, Berumur 5.300 Tahun
Aktivitas otak seperti ini dapat mengindikasikan bahwa seseorang mengingat seluruh kehidupannya pada saat-saat terakhirnya, tulis tim peneliti itu dalam studi mereka, yang diterbitkan di Frontiers in Aging Neuroscience, Selasa (22/02).
Baca juga:
- Apa yang terjadi saat manusia sekarat?
- 'Peti kapsul bunuh diri' buatan 'dokter kematian' timbulkan perdebatan
- 'Saya tidak bisa merasakan napas', perempuan Inggris hidup lagi setelah enam jam tanpa detak jantung
Dr. Ajmal Zemmar, salah satu penulis studi tersebut, mengatakan bahwa hal yang ditemukan tim peneliti secara tidak sengaja, adalah rekaman pertama otak di ambang kematian.
Ia berkata kepada BBC, "Ini murni kebetulan, kami tidak berencana melakukan eksperimen ini atau merekam sinyal-sinyal ini."
Jadi, menjelang ajal, akankah kita mengingat kembali masa-masa indah bersama orang-orang terkasih atau kenangan-kenangan manis lainnya? Dr. Zemmar berkata mustahil untuk mengetahui secara pasti.
Baca Juga: Ilmuwan Mencoba Menciptakan Virus Corona di Laboratorium, Penemuannya Mengejutkan!
"Kalau saya boleh melompat ke bidang filosofi, saya berspekulasi bahwa jika otak melakukan flashback, kemungkinan besar ia akan membuat Anda mengingat hal-hal baik, bukan hal-hal buruk," ujarnya.
"Tetapi apa yang diingat akan berbeda-beda untuk setiap orang."
Dr. Zemmar, sekarang dokter bedah syaraf di Universitas Louisville, mengatakan selama 30 detik sebelum jantung pasien berhenti menyalurkan darah ke otak, gelombang otaknya mengikuti pola yang sama seperti saat kita melakukan tugas-tugas yang membutuhkan kemampuan kognisi tingkat tinggi, seperti berkonsentrasi, bermimpi, atau mengingat masa lalu.
Aktivitas itu berlanjut sampai 30 detik setelah jantung pasien berhenti berdetak, saat ketika seorang pasien biasanya dinyatakan meninggal dunia.
"Ini bisa jadi ingatan terakhir memori-memori yang kita alami selama hidup, dan mereka diputar di otak kita pada detik-detik terakhir sebelum kita mati."
Studi ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai kapan tepatnya manusia mati - ketika jantung berhenti berdetak, atau ketika otak berhenti berfungsi.
Dr. Zemmar dan timnya telah mewanti-wanti bahwa kesimpulan luas tidak bisa diambil dari satu studi saja. Fakta bahwa si pasien menderita epilepsi, dengan pembengkakan dan pendarahan di otak, semakin memperumit situasi.
"Saya tidak pernah merasa nyaman hanya melaporkan satu kasus," kata Dr. Zemmar. Dan selama bertahun-tahun setelah mereka mendapatkan rekaman itu pada 2016, ia mencari kasus-kasus serupa untuk menguatkan analisisnya, tetapi belum berhasil.
Namun, sebuah studi pada tahun 2013 yang dilakukan pada tikus dapat memberi petunjuk.
Dalam analisis itu, para peneliti di AS melaporkan gelombang otak level tinggi pada saat kematian sampai 30 detik setelah jantung tikus berhenti berdetak - seperti temuan Dr. Zemmar pada pasien epilepsi itu.
Kemiripan antara kedua studi itu "menakjubkan", kata Dr. Zemmar.
Mereka kini berharap publikasi satu kasus manusia ini akan membuka pintu untuk studi-studi lain tentang saat-saat terakhir kehidupan.
"Saya rasa ada sesuatu yang mistis dan spiritual tentang pengalaman menjelang ajal," kata Dr. Zemmar.
"Dan temuan seperti ini - inilah momen yang dicari-cari para saintis."