Suara.com - Dugaan pemesanan organ tubuh manusia oleh desainer asal Indonesia, Arnold Putra, disebut 'bermasalah secara moral' dan 'ilegal atas dalih apa pun', kata sejumlah pakar hukum pidana.
Nama Arnold terseret setelah Kepolisian Brasil menggerebek laboratorium Amazonas State University (UEA) terkait perdagangan organ manusia.
Seperti diberitakan oleh Vice, sebelumnya, Polisi Brasil menemukan pengiriman paket yang diduga berisi tangan dan tiga plasenta manusia. Paket itu telah terlanjur dikirim dari Brasil ke Singapura yang ditujukan kepada Arnold Putra.
Organ-organ manusia itu diawetkan dengan metode plastinasi, menggunakan bahan-bahan seperti silikon dan epoksi untuk menggantikan cairan dan lemak tubuh agar organ tersebut tetap awet.
https://twitter.com/heatherchen_/status/1496425450150952960?s=20&t=866tMTkkIBGbe7akkqSJZA
Pemberitaan itu membuat Arnold banyak diperbincangkan di media sosial sejak Rabu (23/2). Sejumlah pengguna media sosial menilai apa yang diduga dilakukan oleh desainer berusia 27 tahun sebagai tindakan "yang mengerikan".
Ada pula yang mempertanyakan pertanggungjawaban hukum Arnold setelah beberapa tahun lalu dia juga melakukan hal serupa.
Salah satu karya kontroversialnya sebagai desainer adalah sebuah tas tangan yang dibuat menggunakan tulang belakang manusia dan lidah buaya.
https://twitter.com/SuperiorGab/status/1496254522637053953?s=20&t=MPOWLGz5x4xT4qJw3g5Wzw
Baca Juga: Dikabarkan Bikin Tas dari Tulang Belakang Manusia, 4 Kontroversi Arnold Putra Sang Desainer
BBC News Indonesia telah menghubungi Arnold Putra melalui akun Instagram-nya pada Kamis (24/02) dan Jumat (25/02).
Pada Jumat, Arnold menanggapi permintaan wawancara kami, dan meminta waktu untuk mempelajarinya. Kami kemudian memberitahu bahwa batas akhir penayangan artikel ini pada Minggu (27/02) sore.
Namun sampai batas waktu itu, BBC News Indonesia belum menerima tanggapan dari Arnold.
Baca juga:
- 'Demi selamatkan ibu' - Kisah remaja 19 tahun bertukar organ tubuh dengan orang lain
- China tangkap sejumlah dokter yang ambil organ tubuh korban kecelakaan
- Kasus Sri Rabitah: Pencurian organ tubuh TKI bukan yang pertama kalinya
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa mengatakan Polri harus segera merespons temuan polisi Brasil itu.
"Karena berdasarkan hukum di mana pun, jual beli organ ini adalah kejahatan internasional yang juga bermasalah secara moral," kata Eva.
Apa saja kontroversi Arnold Putra?
Arnold Putra pernah beberapa kali menuai kontroversi sebelumnya. Pada Januari 2022, Arnold menghadiri Paris Fashion Week menggunakan pakaian yang serupa dengan seragam organisasi masyarakat sayap kanan, Pemuda Pancasila.
Dia juga pernah menukarkan jam tangan mewah yang diduga tiruan dengan barang berharga dari Suku Himba di Namibia. Hal itu dia unggah sendiri di akun Instagram miliknya.
Tetapi salah satu yang paling kontroversial adalah ketika dia membuat tas tangan menggunakan tulang belakang manusia dan lidah buaya pada 2016.
Dalam deskripsi resmi penjualannya, Arnold mengklaim bahwa tulang manusia dan lidah buaya yang dia gunakan "diperoleh secara etis". Tas itu dijual seharga US$5.000 atau Rp71,9 juta.
Menurut laporan New York Post pada 2020, Arnold mengatakan bahwa tulang belakang itu dia dapatkan dari sumber berlisensi di Kanada. Hal itu, kata Arnold, memungkinkan karena perusahaan berlisensi yang menerima spesimen manusia terkadang menjualnya ketika surplus.
Penjualan tulang manusia sendiri, menurut National Geographic, adalah sesuatu yang legal di Kanada dan sejumlah negara bagian di Amerika Serikat.
Dikutip dari Kompas.com, sejumlah seniman juga pernah dikritik karena menggunakan bagian tubuh manusia pada karyanya.
Salah satunya adalah seniman asal Inggris, Anthony-Noel Kelly yang sempat dipenjara selama sembilan bulan karena bagian tubuh yang dia gunakan didapat secara ilegal.
Perdagangan organ dengan 'dalih apa pun adalah ilegal'
Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, mengatakan pemesanan organ tubuh manusia yang diduga dilakukan Arnold itu dapat dijerat secara pidana karena melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama sepuluh tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Meski lokasi kejahatan terjadi di Brazil dan Singapura, Agustinus berpandangan Polri tetap bisa menindak Arnold sepanjang dia berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI).
"Di Undang-Undang kita, WNI yang melakukan tindak pidana di luar negeri, berdasarkan hukum Indonesia, apalagi juga melanggar hukum di luar, maka Polri bisa menindaknya," kata Agustinus kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/2).
"Memang kita juga mesti melihat hukum di Brasil dan Singapura mengenai hal itu, tetapi sepengetahuan saya perbuatan seperti itu di mana pun ilegal, buktinya digerebek," lanjut dia.
Di Singapura sendiri, perdagangan organ adalah ilegal dan dilarang oleh Human Organ Transplant Act (HOTA).
Begitu pula di Indonesia, Agustinus menegaskan tidak ada dalih apa pun yang bisa membenarkan praktik jual-beli organ sehingga perbuatan itu sudah jelas melanggar hukum.
"Untuk alasan kesehatan saja, itu tidak bisa dibenarkan. Apalagi untuk alasan lain seperti seni. Ini bukan hanya tidak etis, tapi sudah melanggar hukum mau penjual atau pembelinya," kata Agustinus.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa, mendesak polisi untuk proaktif menindak kasus ini.
"Ketika ada organ manusia yang digunakan sebagai sebuah barang, seharusnya ada respons dari penegak hukum untuk menginvestigasi itu," kata Eva.
Ketika lingkup kejahatannya terjadi lintas negara seperti ini, Eva menuturkan Polri seharusnya bisa memanfaatkan kerja sama antar-polisi atau bantuan hukum timbal balik dengan negara-negara yang terkait dengan tindak pidana ini.
"Untuk international crime seperti perdagangan organ ini, polisi mana pun di seluruh dunia punya kewenangan untuk menindak," ujar Eva.