Suara.com - Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan penundaan Pemilu 2024 itu hanya mungkin mendapatkan keabsahan dan legitimasi jika dilakukan dengan menempuh tiga cara.
Cara tersebut pertama dengan Amandemen UUD 45; kedua, Presiden mengeluarkan Dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner; dan ketiga menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.
"Ketiga cara ini sebenarnya berkaitan dengan perubahan konstitusi, yang dilakukan secara normal menurut prosedur yang diatur dalam konstitusi itu sendiri, atau cara-cara tidak normal melalui sebuah revolusi hukum, dan terakhir adalah perubahan diam-diam terhadap konstitusi melalui praktik, tanpa mengubah sama sekali teks konstitusi yang berlaku," kata Yusril dalam keterangan persnya, Minggu (27/2/2022).
Menurut dia, dasar paling kuat untuk memberikan legitimasi pada penundaan Pemilu dan sebagai konsekuensinya adalah perpanjangan sementara masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD dan DPRD adalah dengan cara melakukan perubahan atau amandemen terhadap UUD 45.
Prosedur perubahan konstitusi sudah diatur dalam Pasal 37 UUD 45, Pasal 24 sampai Pasal 32, UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah, terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2019, serta Peraturan Tata Tertib MPR.
"Apa yang perlu diubah sebenarnya bukanlah mengubah pasal-pasal UUD 45 yang ada sekarang secara harfiah, tetapi menambahkan pasal baru dalam UUD 45 terkait dengan pemilihan umum," katanya.
Jalan kedua, di luar mengubah UUD 45 adalah Presiden mengeluarkan Dekrit menunda pelaksanaan pemilu dan sekaligus memperpanjang masa jabatan semua pejabat yang menurut UUD 45 harus diisi dengan pemilu.
"Dekrit adalah sebuah revolusi hukum, yang keabsahannya harus dilihat secara post-factum," ucapnya.
Pertanyaannya sekarang, apakah Presiden Jokowi akan memilih mengeluarkan Dekrit menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan semua penyelenggara negara termasuk dirinya, yang menurut UUD 45 harus diisi melalui Pemilu?
Baca Juga: Soal Usulan Penundaan Pemilu 2024, Ketum Demokrat AHY Tolak Keras: Demokrasi Harusnya Kita Jaga
"Dugaan saya Presiden Joko Widodo tidak akan melakukan itu. Risiko politiknya terlalu besar," katanya.
Jalan ketiga untuk menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan para penyelenggara negara adalah dengan menciptakan konvensi ketatanegaraan atau constitutional convention.
"Perubahan bukan dilakukan terhadap teks konstitusi, UUD 45, melainkan dilakukan dalam praktik penyelenggaraan negara," kata Yusril.