Suara.com - Politikus di jajaran parpol hingga menteri kabinet berbondong-bondong menyuarakan penundaan Pemilu 2024 dengan dalih perbaikan ekonomi. Namun, dalih tersebut dipatahkan.
Menurut Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, Pemilu tidak bisa ditunda dengan alasan stabikitas ekonomi.
Berdasarkan riset, kata Titi, ia juga tidak menemukan penundaan Pemilu yang dilakukan dengan dalih ekonomi. Sekalipun itu di negara luar.
"Kalau dalam kajian hukum Pemilu, pertama tidak dikenal terminologi penundaan pemilu karena alasan pertimbangan menjaga stabilitas ekonomi. Dan saya coba riset dicari di negara-negara lain kok ya tidak ketemu juga," kata Titi dikutip dari kanal YouTube Titi Anggraini dengan judul video Menunda Pemilu Demi Ekonomi?, Jumat (25/2/2022).
Titi mengatakan bisa saja Pemilu ditunda dengan alasan ekonomi, yakni berkaitan dnegan tidak adanya anggaran untuk menggelar pemilihan umum itu sendiri.
"Nah kalau kita lihat, ada enggak sih mekanisme untuk menunda pemilu karena kondisi ekonomi? Ternyata tidak ada, kecuali negara tidak ada uangnya," kata Titi.
Ia lantas merujuk pernyataan Arif Budiman yang pernah menjabat Ketua KPU RI yang mengatakan hal serupa.
"Karena di beberapa statement Ketua KPU Pak Arif Budiman pada waktu itu pilkada bisa ditunda katanya kalau tidak ada anggarannya. Kalau uangnya tidak ada berarti itukan gangguan lainnya selertu tadi disebut di pasal 431 dan 432 (UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu)," kata Titi.
Dalam unggahan videonya tersebut, Titi turut memaparkan poin-poin terkat prosedur penundaan Pemilu yang merujuk UU Nomor 7 Tahun 2017 Bab XIV tentang Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan Pasal 431, Pasal 432 dan Pasal 433.
Baca Juga: Sebanyak 180 Ribu UMKM Baru Lahir di Kota Bandung Selama Masa Pandemi COVID-19
Sebelumnya, Titi Anggraini mengatakan wacana tunda Pemilu dan presiden tiga periode yang digaungkan beberapa politisi bakal berujung kepada terbawanya residu Pilpres 2019 yang meminculkan polarisasi begitu mendalam.
Kondisi itu, kata Titi tentu sangat merugikan bagi kualitas demokrasi Indonesia serta kehidupan bernegara.
Karena itu ia meminta komitmen dari para politisi untuk tetap menyelenggarakan Pemilu 2024, bukan justru sebaliknya. Apalagi sebelumnya jadwal Pemilu juga telah ditetapkan pada 14 Februari 2024.
"Mestinya pihak-pihak berkomitmen menjaga agar Pemilu bisa terselenggara sesuai dengan keputusan yang diambil. Tapi ternyata masih ada godaan-godaannya," ujar Titi.
Aktivis dan pengamat Pemilu ini sebelumnya menyoroti perilaku para politisi yang mewacanakan kembali penundana Pemilu dan penambahan masa jabatan menjadi tiga periode.
Titi mengatakan dengan kesepakatan yang dibuat terkait tanggal pencoblosan antara pemerintah, KPU dan DPR itu, semua pihak dapat menahan diri. Menahan tidak membuat kembali pernyataan presiden tiga periode.
"Semua pihak harusnya menghentikan narasi presiden tiga periode ataupun penundaan pemilu," kata Titi.
Titi mengatakan wacana tersbeut kontraproduktif dengan berbagai persiapan Pemilu yang selama ini sudah dilakukan. Selain itu, wacana tunda Pemilu demi penambahan jabatan presiden mencoreng demokrasi Indonesia di dunia.
"Selain kontraproduktif dengan berbagai persiapan Pemilu yang sudah dilakukan juga dapat memberikan citra buruk kinerja demokrasi Indonesia di mata internasional. Selain juga bisa memperburuk polarisasi disintegratif di tengah masyarakat yang sudah mengalami kemerosotan civic culture akibat pilpres 2019," tutur Titi.