Politisi Harusnya Komitmen Laksanakan Pemilu 2024, Tapi Malah Tegoda Mau Tunda agar Presiden Tiga Periode

Jum'at, 25 Februari 2022 | 16:48 WIB
Politisi Harusnya Komitmen Laksanakan Pemilu 2024, Tapi Malah Tegoda Mau Tunda agar Presiden Tiga Periode
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. (Suara.com/Tyo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pernyataan sejumlah petinggi partai politik yang meminta agar pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) ditunda bakal berujung adanya residu pada Pilpres 2019 yang memunculkan polarisasi begitu mendalam.

Pernyataan tersebut disampaikan Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini dari kanal YouTube Titi Anggraini dengan judul video 'Menunda Pemilu Demi Ekonomi?'

Titi mengemukakan, kondisi tersebut tentunya sangat merugikan bagi kualitas demokrasi Indonesia serta kehidupan bernegara. Lantaran itu, ia meminta komitmen dari para politisi untuk tetap menyelenggarakan Pemilu 2024, bukan justru sebaliknya. Apalagi sebelumnya jadwal Pemilu juga telah ditetapkan pada 14 Februari 2024.

"Mestinya pihak-pihak berkomitmen menjaga agar Pemilu bisa terselenggara sesuai dengan keputusan yang diambil. Tapi ternyata, masih ada godaan-godaannya," ujarnya pada Jumat (25/2/2022).

Baca Juga: Demokrasi Indonesia Tercoreng Gegara Ulah Politikus Minta Tunda Pemilu dan Tambah Jabatan Jokowi

Aktivis dan pengamat Pemilu ini sebelumnya menyoroti perilaku para politisi yang mewacanakan kembali penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan menjadi tiga periode.

Titi mengatakan, dengan kesepakatan yang dibuat terkait tanggal pencoblosan antara pemerintah, KPU dan DPR itu, semua pihak dapat menahan diri. Menahan tidak membuat kembali pernyataan presiden tiga periode.

"Semua pihak harusnya menghentikan narasi presiden tiga periode ataupun penundaan pemilu," katanya.

Titi mengatakan, wacana tersebut kontraproduktif dengan berbagai persiapan pemilu yang selama ini sudah dilakukan. Selain itu, wacana tunda Pemilu demi penambahan jabatan presiden mencoreng demokrasi Indonesia di dunia.

"Selain kontraproduktif dengan berbagai persiapan Pemilu yang sudah dilakukan juga dapat memberikan citra buruk kinerja demokrasi Indonesia di mata internasional. Selain juga bisa memperburuk polarisasi disintegratif di tengah masyarakat yang sudah mengalami kemerosotan civic culture akibat pilpres 2019," tutur Titi.

Baca Juga: Ini Kepentingan Pimpinan Partai Politik Minta Tunda Pemilu 2024 versi Pengamat

Sebelumnya, Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago meminta politisi terutama partai politik yang tergabung dalam koalisi di lingkar Presiden Jokowi untuk lebih sopan dan tertib dalam bernegara. Jangan merusak bahkan menghancurkan demokrasi Indonesia hanya demi melanggengkan kekuasaan Jokowi.

Mengingat para politikus kekinian mulai terlihat kompak bicara ihwal penundaan Pemilu 2024 hingga penambahan masa jabatan bagi Jokowi selaku presiden. Padahal belum lama ini, DPR bersama pemerintah telah menyepakati tanggal pelaksanaan Pemilu pada 14 Februari 2024

"Tolong politisi di lingkaran inner circle dan partai koalisi pemerintah Jokowi agak lebih sopan dan tertib sedikit bernegara, ini mah mau rusak sekalian atau niat mau menghancurkan negara demokrasi terbesar ketiga yang namanya Indonesia," kata Pangi kepada Suara.com, Jumat (25/2/2022).

Pangi mengingatkan agar politisi tidak sembarangan mengambil langkah, apalagi sampai nekat mendorong penundaan Pemilu 2024 demi menambah jabatan presiden.

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini, aksi nekat politisi untuk menunda Pemilu pada akhirnya akan mendapat reaksi keras rakyat.

Ia mengatakam rakyat bisa jadi lebih nekat melakukan tindakan-tindakan untuk menghalangi niat para politiki yang ingin merusak demokrasi dengan menunda Pemilu.

Bagi Pangi, wacana penundaan Pemilu 2024 memang terkesan seperti sudah dirancang. Jika benar-benar terjadi, ia menai Indonesia akan menjadi negara otoritarian lantaran demokrasi yang pasca reformais dibangun, telah dirusak.

"Kalau itu ngotot dan tetap mereka lakukan, kita justru akan umumkan ke masyarakat Internasional bahwa Indonesia resmi menjadi negara otoritarian," kata Pangi.

Pangi mengatakan agar politisi tidak coba-coba untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945 untuk mengubah masa jabatan presiden, yang sebelumnya sudah dibatasi hanya dua periode.

Pangi berujar bahwa amandemen itu sendiri sebetulnya melawan konstitusi. Apalagi soal penambahan masa jabatan atau menunda Pemilu

"Jangan coba coba melanggar konstitusi, politisi itu disumpah agar tegak lurus dengan kontitusi. Sekarang sederhana apakah anda sebagai politisi mau tertib, atau mau melanggar konstitusi, itu saja sederhana, begitu saja repot," kata Pangi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI