Suara.com - Komite Keselamatan Jurnalis mendesak kepolisian untuk mengusut peristiwa peretasan yang dialami Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito Madrim.
“Kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas kasus peretasan dan penyebaran hoaks, yang bertujuan untuk mengadu domba AJI dengan organisasi masyarakat sipil lain,” ujar Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis Erick Tanjung dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/2/2022).
Selain melakukan penyelidikan peretasan terhadap Sasmito, mereka juga meminta agar kasus ini dibawa sampai ke meja hijau.
“Serta menyerahkan kasus ini ke jaksa penuntut untuk melakukan penuntutan di pengadilan,” kata Erick Tanjung.
Baca Juga: Selama 2022 Sudah Enam Jurnalis Tewas, Diduga Dibunuh Kartel Narkoba dan Koruptor
Peretasan yang menimpa sejumlah akun media sosial pribadinya diduga dilakukan sebagai upaya adu domba. Sebab, usai mengalami peretasan, beredar narasi hoaks yang menyebut keberpihakannya terhadap sejumlah isu yang beredar.
Di antaranya, mendukung pemerintah membubarkan FPI, mendukung pemerintah membangun Bendungan Bener Purworejo, dan Sasmito meminta Polri menangkap Haris Azhar dan Fatia.
“Hoaks atau disinformasi tersebut dinilai ingin mengadu domba AJI Indonesia dengan organisasi masyarakat sipil lainnya,” kata Erick Tanjung.
“Komite Keselamatan Jurnalis juga menilai peretasan dan upaya menyebar hoaks merupakan bentuk serangan terhadap aktivis yang selama ini memperjuangkan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers,” lanjutnya.
Tak hanya mendesak kepolisian, Komite Keselamatan Jurnalis juga mendesak DPR dan Pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Baca Juga: Jurnalis Meksiko Ditemukan Tewas Terbungkus Sprei, Kartel Narkoba dan Koruptor Diduga Terlibat
Kemudian mereka juga meminta pada Dewan Pers untuk mendesak aparat kepolisian mencari bukti, dan mengungkapkan fakta kasus peretasan dan penyebaran hoaks terhadap Sasmito.
“Serta mengingatkan semua pihak untuk tidak menyebar hoaks, dan mengambil sikap transparan sesuai dengan mekanisme Undang-Undang Pers,” kaya Erick Tanjung.
Untuk dieketahui, Komite Keselamatan Jurnalis dideklarasikan di Jakarta, 5 April 2019.
Komite beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Komite Keselamatan Jurnalis bertujuan mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis.