Suara.com - Serangan siber menjangkiti web pemerintahan hingga perbankan Ukraina. Para pengamat menilai aktivitas itu sesuai dengan pedoman cyber-wedding Rusia. Sementara itu, Prancis meminta warganya segera meninggalkan Ukraina.
Situs web milik pemerintah, parlemen, dan perbankan Ukraina dilanda gelombang serangan pelumpuhan jaringan komputer Distributed-Denial-of Service (DDOS) pada Rabu (23/02).
Peneliti keamanan siber mengatakan bahwa penyerangan yang tak dikenal juga menginfeksi ratusan komputer dengan malware yang merusak.
Bahkan beberapa komputer yang terinfeksi berada di negara tetangga, yaitu Latvia dan Lithuania. Pada Kamis (24/02) pagi waktu setempat, situs Kementerian Luar Negeri dan Dewan Menteri Ukraina tidak dapat dijangkau, situs lain juga mengalami perlambatan yang menunjukkan bahwa serangan DDOS terus berlanjut meskipun tidak ada konfirmasi resmi, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap invasi Rusia.
Baca Juga: Rusia Serang Ukraina, Mata Uang Rupiah Ditutup Terkapar Ke Posisi Rp 14.337
Para pejabat telah lama memperkirakan serangan siber akan mendahului dan menyertai setiap serangan militer Rusia.
Pengamat mengatakan aktivitas semacam itu sesuai dengan pedoman operasi cyber-wedding Rusia dengan serangan dunia nyata.
Laboratorium riset ESET mengatakan pihaknya mendeteksi malware penghapus data yang sebelumnya tidak terlihat pada Rabu (23/02), tetapi tidak jelas berapa banyak jaringan yang terpengaruh.
"Terkait apakah malware berfungsi sesuai kemampuannya menghapus, kami berasumsi bahwa serangan itu memang mampu melakukannya dan mesin yang terpengaruh dihapus,” ujar Kepala Penelitian ESET, Jean-Ian Boutin.
Dia hanya menyebutkan bahwa terduga pelaku adalah "organisasi besar” tanpa menyebutkan tentang target. ESET juga tidak bisa mengatakan siapa yang bertanggung jawab.
Menurut Direktur Teknis Symantec Threat Intelligence, Vikram Thakur, tiga organisasi yang terdeteksi terkena malware penghapus diantaranya adalah kontraktor pemerintah Ukraina di Latvia dan Lithuania, serta sebuah lembaga keuangan di Ukraina.
Keduanya merupakan anggota NATO. "Para penyerang telah mengejar target-target ini tanpa terlalu peduli di mana keberadaan mereka secara fisik,” ujarnya.
Thakur mengatakan bahwa ketiganya memiliki hubungan yang dekat dengan pemerintah Ukraina.
Symantec meyakini serangan itu memiliki target. Menurut Thakur, ada sekitar 50 komputer di perusahaan keuangan yang terpengaruh, beberapa di antaranya datanya telah dihapus.
Prancis desak warganya tinggalkan Ukraina
Pada Rabu (23/02), Prancis menjadi negara Barat terakhir yang meminta warganya untuk meninggalkan Ukraina segera.
"Dalam konteks ketegangan serius yang disebabkan oleh konsentrasi pasukan Rusia di perbatasan Ukraina,” sejalan dengan pengakuan Rusia atas dua wilayah separatis dan pemberlakuan keadaan darurat di Ukraina, "warga Prancis yang masih berada di Ukraina harus meninggalkan Ukraina tanpa penundaan,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Prancis.
Australia beri izin tinggal enam bulan
Sementara itu, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan bahwa warga Ukraina yang visa Australianya berakhir pada akhir Juni nanti akan diizinkan mendapat perpanjangan untuk tinggal selama enam bulan.
PM Morrison pada Kamis (24/02) juga mengatakan, warga Ukraina yang mengajukan visa Australia akan diprioritaskan dibanding negara-negara lainnya.
Pengumuman ini dibuat sehari setelah Australia memberlakukan sanksi terhadap delapan anggota Dewan Keamanan Rusia sebagai tanggapan atas tindakan Rusia terhadap Ukraina.
Sanksi juga telah diberikan kepada sejumlah bank dan lembaga keuangan. yas/ha (AP, AFP)