Suara.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto gagal mengonsolidasikan kebijakan pangan dan hilirisasi sawit.
Kondisi itu dibuktikan dengan berlarut-larutnya krisis minyak goreng dan melambungnya harga kedelai saat ini.
“Harusnya Kemenko Perekonomian bisa mengoordinasikan dan mengkondisikan kementerian terkait agar tidak ada kelangkaan minyak goreng dan kedelai sehingga harganya naik," ucap Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2/2022).
Padahal, menurut Ester, Kemenko Perekonomian dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memiliki kajian terkait minyak goreng dan kedelai. Dengan begitu, Ester menilai semestinya Airlangga mengambil langkah strategis dan terukur dalam mengatasi masalah ini.
Baca Juga: Minyak Goreng Masih Langka di Pasar, Padahal Bintan Terima Pasokan 120 Ton
"Kalau ini dibiarkan terus-menerus akan bahaya. Rakyat lapar, maka kemungkinan chaos bisa terjadi. Historically, Presiden Soekarno dan Soeharto lengser karena krisis," tegasnya mengingatkan.
Ester mengemukakan, kelangkaan minyak goreng sejak Oktober 2021 dan mahalnya harga kedelai belakangan ini karena komoditi itu hanya dikendalikan beberapa pemain.
Masalah yang sekarang terjadi pun menurutnya, bukan kai pertama terjadi di Indonesia. Ia menyebut kalau selama ini pasar kedelai dan minyak goreng berjalan oligopoli.
"Ketika ada pemicu sedikit, harga sawit meningkat dan penggunaan sawit dibatasi untuk biodiesel dan produsen sawit jika mau ekspor harus diolah dulu, pasti kondisi ini lebih mudah dimainkan oleh produsen minyak goreng. Seharusnya hal ini bisa dipelajari dan dikendalikan," katanya.
Terpisah, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah berpendapat kalau kegagalan pemerintah dalam menangani masalah strategis di bidang pangan dan olahan sawit karena kebijakan yang ditelurkan cenderung pro pengusaha.
Baca Juga: Usai Mogok Produksi, Harga Tempe Naik, Perajin: Kedelai Belum Stabil
"Tentu pemerintah dalam hal ini ngasih kebijakan pro pengusaha, kira-kira begitu itu penyebabnya," katanya.
Selain itu, kata dia, antar kementerian/lembaga terkait pun belum bisa kompak. Mereka dinilai masih mengedepankan ego masing-masing. Imbasnya pengawasan di lapangan juga berjalan buruk.
“Pengawasannya juga kurang, kementerian pengawasannya lemah. Ego sektoral (karena) nyari sendiri-sendiri, nyari cuan,” ujarnya.