Soal Analogi Azan Dengan Gonggongan Anjing, Arsul PPP: Menag Harus Contoh Kepala BNPT dan Kapolri Minta Maaf

Kamis, 24 Februari 2022 | 14:18 WIB
Soal Analogi Azan Dengan Gonggongan Anjing, Arsul PPP: Menag Harus Contoh Kepala BNPT dan Kapolri Minta Maaf
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (dokumentasi Kemenag)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani, menilai Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas harus menyampaikan permohonan maaf seperti apa yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar atas penjelasannya soal SE Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Untuk diketahui Menag Yaqut dalam menjelaskan aturan soal pengeras suara memakai analogi yang dianggap membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.

Arsul menyampaikan, beberapa waktu lalu Kepala BNPT Boy Rafli menyampaikan permohonan maaf kepada kalangan umat Islam soal pemaparan sejumlah pesantren terafiliasi gerakan terorisme. Permintaan maaf disampaikan di Kantor MUI.

Kemudian, kata Arsul, di rapat Komisi III DPR, Kapolri Listyo juga menyampaikan permohonan maaf atas berbagai kejadian dimana perilaku anggota Polri belum seperti apa yang diharapkan.

Baca Juga: Menteri Agama Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing, Imam Besar Masjid New York Beri Reaksi Keras

"Kedua pejabat ini banyak diapresiasi publik karena menunjukkan sikap korektif dan kerendahan hatinya. Tidak ada salahnya Menag mencontoh Kapolri dan Kepala BNPT," kata Arsul saat dihubungi, Kamis (24/2/2022).

Kendati begitu, Arsul merasa yakin Yaqut sendiri tidak bermaksud mendegradasi kumandang azan sebagai tanda waktu masuk dan panggilan salat bagi umat Islam dengan perumpamaan gonggongan anjing tersebut.

"Namun karena kita memahami ada sensitivitas dikalangan umat Islam tentang hal-hal yang terkait dengan agama maka pilihan diksi dan contoh-contohkejadian dalam komunikasi publik para pejabat negara mesti hati-hati," tuturnya.

Lebih lanjut, Arsul menilai, ketidaktepatan dalam memilik diksi berpotensi menghasilkan reaksi naiknya tensi politik identitas. Termasuk jika hal itu dilakukan oleh publik figur atau pejabat.

"Ketidakpedulian terhadap diksi yang tepat dan bijak dari siapapun yang termasuk publik figur seperti pejabat tinggi negara akan menghasilkan reaksi naiknya tensi politik identitas yang semestinya menjadi tugas kita semua untuk meminimalisasinya bukan memperbesar ruangnya," tandasnya.

Baca Juga: Kemenag Klarifikasi soal Heboh Yaqut Bandingkan Suara Toa Masjid dengan Gonggongan Anjing

Pernyataan Menag Yaqut

Diketahui, pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas tersebut terungkap saat menjawab pertanyaan wartawan di Pekanbaru soal aturan toa masjid, Rabu (23/2/2022).

Dalam penjelasan itu, Yaqut mengaku mengaku tidak melarang rumah ibadah umat Islam untuk menggunakan toa atau pengeras suara.

"Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," jelasnya seperti dikutip dari Antara.

Ia juga mengatakan perlu peraturan untuk mengatur kapan saja alat pengeras suara/toa dapat digunakan baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan.

Baginya ini bertujuan juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi masabat. Sebab di daerah yang mayoritas muslim hampir setiap 100-200 meter terdapat masjid.

Menag Yaqut kemudian mencontohkan soal toa masjid dengan suara anjing yang menggonggong secara bersamaan.

"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan kita terganggu ga? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," ujar Yaqut Cholil Qoumas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI