"Kami hanya mau meluruskan pada kedudukan persoalannya. Jangan sampai terjadi kedzaliman di dalam proses penyelesaian kewajiban," tutur Hardjuno.
Kementerian Keuangan pun merespons hal tersebut. Kemenkeu menyatakan sudah ada putusan hukum tetap dan menghormati putusan pengadilan.
"Sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dan Kemenkeu menghormati putusan lembaga pengadilan," kata Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani.
Kasus ini bermula saat penyelenggaraan SEA Games 1997 di Jakarta. Saat itu, Bambang menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP). Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.
Saat itu, Presiden Soeharto menggelontorkan duit Rp 35 miliar untuk konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden atau Banpres. Duit tersebut adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kementerian Sekretariat Negara.
Setelah hajatan SEA Games selesai dan Soeharto tumbang, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara, ditambah bunga 5 persen per tahun.
Tagihan membengkak menjadi Rp64 miliar. Pada akhir 2019, Sri Mulyani menagih Bambang untuk melunasi utang itu, namun, Bambang mengelak dengan berbagai alasan.