Suara.com - Perkara utang SEA Games 1997 yang menyeret putra Presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo terus bergulir. Usai kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA), pihak Bambang menyebut jika penagihan tersebut keliru.
Bambang Trihatmojo merasa heran dengan penagihan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dana talangan penyelenggaraan Sea Games XIX Tahun 1997. Pasalnya, penanggung jawab penyelenggaraan itu tidak hanya dirinya saja, tetapi terdapat pihak lain.
Melalui kuasa hukumnya Prisma Wardhana Sasmita, Bambang menyebut, penanggungjawab dari penyelenggaraan Sea Games 1997 itu adalah Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) dan pelaksana KMP itu adalah PT Tata Insani Mukti (TIM).
"Sehingga, penagihan ini juga kan jauh dari nilai keadilan," ujar Prima, di Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Selain itu, lanjut Prisma, utang yang ditagihkan juga membengkak, dari awalnya Rp35 miliar menjadi Rp64 miliar. Hal ini, karena adanya akumulasi bunga sebesar 15 persen per tahun.
"Kalau tagihan yang munculnya, kalau dihitung secara detail belum pernah ada sinkronisasi terkait nilainya, tapi tagihan yang ditagihkan sekitar Rp64 miliar. Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15 persen itu jadi sekian," imbuh dia.
Dalam kesempatan yang sama, tim kuasa hukum Bambang Tri lainnya, yakni Shri Hardjuno Wiwoho menambahkan bahwa, dana talangan ini juga sebenarnya bukan berasal dari APBN.
Dana tersebut berasal dari dana pungutan reboisasi Kementerian Kehutanan yang dikirimkan ke Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI untuk pemusatan latihan nasional atau pelatnas atlet Indonesia yang akan bertanding di Sea Games 1997.
"Dana talangan Rp35 miliar berasal dari dana reboisasi Kementerian Kehutanan dulu, skrg KLHK. Itu pun jadi dana swasta juga, bukan APBN. Jadi ini harus dipahami," kata dia.
Baca Juga: Tampil bak ABG Belanja di Swalayan, Sepatu Mayangsari Malah Jadi Sorotan: Tebel Amat
Dalam hal ini, Bambang Trihatmodjo meminta pemerintah harus melihat secara objektif dalam menyelesaikan persoalan sengketa utang Sea Games 1997 tersebut.
"Kami hanya mau meluruskan pada kedudukan persoalannya. Jangan sampai terjadi kedzaliman di dalam proses penyelesaian kewajiban," tutur Hardjuno.
Kementerian Keuangan pun merespons hal tersebut. Kemenkeu menyatakan sudah ada putusan hukum tetap dan menghormati putusan pengadilan.
"Sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dan Kemenkeu menghormati putusan lembaga pengadilan," kata Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani.
Kasus ini bermula saat penyelenggaraan SEA Games 1997 di Jakarta. Saat itu, Bambang menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP). Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.
Saat itu, Presiden Soeharto menggelontorkan duit Rp 35 miliar untuk konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden atau Banpres. Duit tersebut adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kementerian Sekretariat Negara.
Setelah hajatan SEA Games selesai dan Soeharto tumbang, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara, ditambah bunga 5 persen per tahun.
Tagihan membengkak menjadi Rp64 miliar. Pada akhir 2019, Sri Mulyani menagih Bambang untuk melunasi utang itu, namun, Bambang mengelak dengan berbagai alasan.