Laporkan Dugaan Korupsi Kades Malah jadi Tersangka, ICW: LPSK Harus Proaktif Dampingi Nurhayati

Rabu, 23 Februari 2022 | 11:53 WIB
Laporkan Dugaan Korupsi Kades Malah jadi Tersangka, ICW: LPSK Harus Proaktif Dampingi Nurhayati
Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Mundu, Kabupaten Cirebon Nurhayati ditetapkan menjadi tersangka karena melaporkan kasus dugaan korupsi di desanya. [Ist/Ciayumajakuning.id]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan terhadap Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka setelah melaporkan dugaan kasus korupsi Kepala Desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat.

“Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah dalam memberikan perlindungan kepada Nurhayati sebagai bentuk untuk mendukung upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulisnya kepada Suara.com, Rabu (23/2/2022).

Menurut ICW, mengacu kepada konsideran Undang-Undang  Perlindungan Saksi dan Korban (PSK), untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli. 

“Jadi, LPSK harus pro-aktif mendampingi Nurhayati,” ujar Kurnia. 

Baca Juga: Kronologi Kasus Nurhayati yang Ditetapkan Jadi Tersangka setelah Melapor Adanya Dugaan Kasus Korupsi Dana Desa

Penetapan Nurhayati sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor (Polres) Cirebon dianggap menjadi preseden buruk, terkait peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Peran serta masyarakat dalam melaporkan dugaan korupsi telah dilindungi sejumlah peraturan perundang-undangan.

"Masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja para penyelenggara negara. Hal ini dilakukan agar memastikan penyelenggaraan negara dapat berjalan bersih dan bebas dari korupsi,” kata Kurnia. 

Kurnia mengungkapkan terdapat tiga peraturan yang menjamin peran serta masyarakat, di antaranya Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK). Kemudian  Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Lalu, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Adanya tiga regulasi di atas setidaknya menunjukkan bahwa negara menjamin keamanan masyarakat ketika melapor kasus korupsi,” ujar Kurnia. 

Baca Juga: Polisi Sebut Nurhayati Bukan Pelapor Korupsi, Keluarga Ungkap Fakta Ini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI