Suara.com - Kota Lagos di Nigeria dikenal dengan kemacetannya dan kemacetan itu membuat anak-anak tidak bisa cukup tidur.
Oluwapelumi Ogebere harus berangkat sekolah saat hari masih gelap dan dingin untuk menghindari kemacetan. Siswa berusia 14 tahun itu meninggalkan rumahnya ke sekolah pukul 04.50.
Dia bergandengan tangan dengan ibunya, Atinuke Ogebere, berjalan lebih dari 100 meter ke halte bus. Mereka hampir tidak bisa melihat suasana di sekeliling karena hari masih gelap. Lampu senter dari ponsel ibunya hanya bisa menerangi jalan kecil di depan.
Mereka berjalan dengan modal keyakinan karena itu sudah menjadi rutinitas mereka setiap hari sejak 2018, ketika mereka pindah ke daerah Ikorodu, Lagos.
Baca Juga: Sinopsis One of Us Is Lying: Serial Misteri Kematian Seorang Murid Sekolah
Setiap keterlambatan dalam rutinitas mereka— baik karena ibunda Oluwapelumi tidak bangun pada pukul 02:00, atau putrinya tidak bangun pada pukul 04:00, atau ada kaus kaki yang hilang—berarti Oluwapelumi harus terperangkap dalam kemacetan di jam sibuk dan datang terlambat ke sekolah menengah yang 32 kilometer jauhnya di distrik Ikeja.
Situasi tersebut tidak hanya dialami Oluwapelumi dan keluarganya. Banyak keluarga yang menghadapi situasi serupa. Pemandangan anak-anak, bahkan yang berusia dua tahun, dalam bus antar-jemput sekolah dari pukul 05.00 telah menjadi hal yang biasa.
Baca juga:
- 'Saya hanya membela hak saya': Perempuan Muslim India terdepan yang melawan larangan berjilbab di sekolah
- Mahasiswi di Afganistan diizinkan Taliban kembali ke kampus, 'Saya sangat cemas kuliah di kelas'
- Estonia menjadikan literasi media sebagai bagian keamanan nasional, membuat warga 'lebih tangguh' dalam domain digital
Banyak orang tua yang bekerja juga bergegas sebelum subuh untuk mengantar anak-anak mereka ke sekolah kemudian berangkat kerja lebih awal sehingga mereka dapat menghndari kemacetan, lalu menjemput anak mereka pada sore hari saat mereka kembali.
Anak-anak butuh tidur
Namun para ahli memperingatkan bahwa rutinitas tersebut berdampak pada pendidikan anak-anak yang mungkin memiliki konsekuensi seumur hidup.
Baca Juga: Murid Sekolah di Christimas Island Bantu Jutaan Kepiting Bermigrasi
"Seorang anak yang seharusnya tidur 9-12 jam mungkin hanya bisa tidur lima atau tujuh jam. Anak-anak belum siap untuk gaya hidup seperti itu," kata Fehintola Daniels, seorang psikoterapis di Lagos.
Anak-anak yang tumbuh seperti ini mengalami sulit tidur, kemurungan, kecemasan, dan rentang perhatian yang pendek, yang dapat menyebabkan masalah kecemasan, depresi, dan kemarahan.
Anak berusia tiga tahun terlalu muda untuk memahami konsep bekerja, lalu lintas jalan, atau bahkan pergi ke sekolah, "jadi mereka tidak mengerti mengapa ibunya harus membangunkan mereka sepagi ini", kata Daniels menjelaskan.
Ogbere membenarkan bahwa kebiasaan bangun pukul 04.00 selama empat tahun terakhir telah mempengaruhi pendidikan anaknya.
"Jika bukan karena stres ini, saya yakin dia akan lebih baik di sekolah.
"Jika saya mengatakan hal itu tidak berpengaruh padanya, saya menipu diri saya sendiri," kata Nyonya Ogbere.
Tapi dia merasa mereka tidak punya banyak pilihan ketika pindah ke Ikorodu. Mereka tidak senang dengan pilihan sekolah swasta yang ditawarkan dan tidak bisa mendapatkan tempat sekolah umum.
Mereka memilih sekolah menengah negeri di Ikeja, memaksa Oluwapelumi bolak-balik dua kali sehari di salah satu rute tersibuk di Lagos.
Membangun ikatan
Namun ada beberapa keluarga yang menganggap apa yang dialami Ogberes cukup mudah.
Beberapa penduduk, yang tinggal di daratan Lagos dan bekerja di kawasan bisnis Pulau Lagos, menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang dekat dengan tempat kerja mereka demi kemudahan perjalanan.
Adaora Uche, seorang bankir, tinggal di daerah Shangisha bersama putranya yang berusia tiga tahun. Keduanya berangkat dari rumah pada pukul 04.45 menuju Pulau Victoria dan harus menempuh perjalanan sejauh 36 kilometer.
Perjalanan itu membawa mereka melewati Third Mainland Bridge, yang terkenal dengan kemacetan lalu lintas yang bisa berlangsung hingga empat jam selama jam sibuk. Mereka harus melewatinya dua kali sehari.
"Saya tidak punya pilihan lain selain membawa anak saya dekat dengan tempat kerja saya," kata Uche, sebagai orang tua tunggal.
Pilihan lainnya adalah mendaftarkan putranya di sekolah di daratan, tetapi itu berarti dia baru bisa menjemputnya paling lambat pukul 21.00 atau 22.00.
"Perjalanan memberi kami waktu untuk menjalin ikatan. Saat kami terjebak kemacetan, kami dapat membicarakan kegiatan sehari-hari kami dan membuat rencana. Itu pun jika dia tidak tidur," katanya.
Daniels memperingatkan rutinitas seperti itu bisa mendatangkan konsekuensi. Seperti yang dialami Lawrence James, yang sekarang berusia 30-an.
Waktu kecil, ia meninggalkan rumah pada 04.30 selama 12 tahun saat bersekolah di Lagos.
"Pada saat berada di sekolah saya sudah lelah karena stres untuk mengikuti pembelajaran," katanya.
Dia mengatakan itu hal itu membuatnya tidak sabar menjadi orang dewasa karena tidak mampu menghadapi Lagos.
Dia sekarang sudah pindah dari Lagos ke Calabar di Nigeria selatan. Dia mangaku hidupnya menjadi lebih tenang dan bergerak dengan kecepatan yang jauh lebih lambat.
Sekolah dekat rumah
Guru sekolah di Lagos mengatakan mereka mulai melihat lebih banyak anak tidur di kelas atau tiba di sekolah tanpa persiapan.
"Mereka tidak mengerjakan pekerjaan rumah karena lelah, mereka tidak seharusnya stres seperti itu karena mereka terlalu muda," kata Fayan Ekeng, seorang guru di daerah Iyana Paja, Lagos.
Namun, dia mengerti bahwa orang tua harus bekerja untuk menafkahi keluarga mereka dan merekomendasikan, jika memungkinkan, mereka memilih sekolah yang dekat dengan rumah dan mempekerjakan asisten rumah tangga untuk mengurangi beban membesarkan anak-anak di Lagos.
Ketika Oluwapelumi sampai ke terminal bus Agric demi bisa naik bus pertama ke Ikeja, kerumunan penumpang sudah ada di sana. Antrean panjang terlihat dari lampu senter ponsel yang digunakan semua orang.
Sebagian besar berseragam, satu anak laki-laki dengan kardigan sekolah hijau tertidur di punggung ibunya.
Di tas Oluwapelumi ada ponsel. Dia akan mengirim pesan kepada ibunya ketika dia tiba di sekolah dalam waktu sekitar dua jam.
Sebagai ibu, Ogbere mengucapkan doa singkat dan berharap dapat melihat putrinya nanti, antara pukul 16.00 hingga 19.00.