Suara.com - Para pekerja rumah tangga di Hong Kong "ditelantarkan" di tengah gelombang naiknya varian Omicron di wilayah itu. Sebagian ada yang terpaksa tidur mengemper dan lainnya tidak mendapat penanganan layak setelah dites positif, menurut koalisi organisasi pekerja migran.
Saat ini Hong Kong menghadapi gelombang parah virus corona dengan jumlah ribuan kasus tercatat per hari sementara rumah sakit rumah sakit dalam kapasitas penuh.
Koalisi organisasi yang mewakili para pekerja migran mengatakan di tengah kondisi pandemi yang sulit, beban kerja mereka semakin banyak.
Seorang pekerja Indonesia - yang terkena Covid - mengatakan "ia mengalami intimidasi" verbal dari majikan walau kena Covid dan harus menunggu lima hari untuk dapat masuk fasilitas karantina.
Baca juga:
- 'Mereka digeledah, ditelanjangi, dipukul', cerita WNI yang menjadi 'trainer' agen perekrut pembantu di Malaysia.
- Cerita pekerja migran Indonesia di tengah wabah virus corona: Dari tidak digaji, di-PHK, susah beli alat sikat gigi hingga tidur di atas lemari
- 'Kamu hanya pembantu', makian orang di Hong Kong yang sering dihadapi pekerja migran
WNI yang hanya ingin disebut inisialnya, SY, saat ini tengah dikarantina, lima hari setelah dinyatakan positif.
"Saya kena Covid tapi menghadapi intimidasi dari majikan secara verbal. Saya dituduh menulari nenek di keluarga itu, tanpa memikirkan kenapa saya bisa sampai tertular," kata SY yang telah bekerja di Hong Kong selama 12 tahun dan masih berada di karantina.
Dia mengaku selama pandemi tidak diperbolehkan majikannya untuk libur. Dia akhirnya mendapat libur setelah terus memintanya.
Namun, lanjut SY, majikannya belakangan menyalahkannya karena menyangka dia tertular Covid saat berlibur.
Baca Juga: Indonesia dan Malaysia Sepakati MoU Untuk Lindungi Pekerja Migran Indonesia
"Tapi mereka tidak berpikir saya juga belanja ke pasar yang banyak orang dan berdesak desakan, dan virus bisa menular ke siapa pun.. Saya ambil hari libur karena hanya ingin istirahat dan bertemu teman teman saya karena saya merasa stres. Bahkan untuk telepon teman atau keluarga, saya harus menunggu malam hari, pada saat saya sudah dalam kondisi capek sekali," tambah SY kepada BBC News Indonesia.
Ia mengatakan sebelum mendapat tempat di karantina, dia tetap menginap di rumah majikan dan ditempatkan di kamar tak layak yang hanya beralas tripleks.
SY juga mengatakan saat ini hanya ingin memikirkan kesehatan terlebih dahulu dan siap "menghadapi risiko karena bisa saja dipecat."
Baca juga:
- Dampak virus corona: Pekerja migran Indonesia sulit mendapatkan masker dan harus 'bekerja ekstra' di Hong Kong
- 'Wajah bengkak, luka bakar, gigitan anjing' - Upaya mencari keadilan bagi Adelina Lisao
- TKI ilegal asal Indonesia di China: 'Tak digaji, ditipu agen, hingga punya dua anak'
Sementara itu, seorang pekerja migran asal Filipina bernama J, terpaksa tidur di taman di tengah suhu dingin setelah dites positif Covid.
Perempuan berusia 35 tahun itu ditolak perpanjangan visanya dan tinggal di taman Yau Ma Tei sejak dinyatakan positif Selasa (15/02).
Ia mendapat bantuan tenda dan makanan setelah mengontak Hong Kong Federation of Asian Domestic Workers Union (FADWU) dan akan dipulangkan ke Filipina Rabu (23/02) mendatang, seperti dilaporkan HKFP.
Cerita dua pekerja migran tadi merupakan rangkaian dari berbagai kasus yang menimpa para pekerja rumah tangga (dari berbagai negara, termasuk Indonesia), kata Eni Lestari, ketua International Migrants Alliance dan pengurus Jaringan Buruh Migran Indonesia di Hong Kong.
Sejumlah pekerja dipecat oleh majikannya setelah dinyatakan positif, sehingga mereka terpaksa tidur di luar. Sebagian lain tidak bisa dirawat di rumah sakit karena tak punya pekerjaan.
Eni mengatakan ia mendapatkan kontak dari para pekerja Indonesia yang dites positif dan perlu bantuan. Ia mengatakan sempat mengontak fasilitas kesehatan namun tak berhasil sebelum mengontak Konsulat Jenderal Indonesia.
Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI dari Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan "delapan pekerja migran Indonesia yang kesulitan mendapat lokasi karantina mandiri telah difasilitasi KJRI Hongkong."
"Berbagai langkah pelindungan telah dilakukan antara lain: memfasilitasi tempat tinggal untuk karantina mandiri, memberikan bantuan logistik, memastikan akses layanan kesehatan bagi PMI berkoordinasi dengan otoritas kesehatan Hong Kong, mengingatkan kepada semua majikan dan agen untuk memastikan terpenuhinya hak hak ketenagakerjaan PMI," tambahnya.
Tak ada hari libur bagi pekerja selama pandemi
Eni Lestari mengatakan selama pandemi, para pekerja rumah tangga yang bekerja keras membantu para keluarga di Hong Kong, justru "ditelantarkan" dan "dibiarkan."
Eni juga mengatakan dalam dua tahun pandemi, pekerja rumah tangga mengalami beban kerja berlipat dan banyak pekerja yang tidak mendapat hari libur untuk beristirahat.
"Lebih dari 70% tak boleh libur. pemerintah setempat mengeluarkan pernyataan dan meminta para PRT untuk tetap di rumah. Kami tak punya rumah, dan teman-teman stres kalau tak keluar rumah," kata Eni kepada BBC News Indonesia.
"Pekerja migran juga tak punya tempat tidur (di rumah majikan), tidur bersama dengan orang tua atau anak (yang diasuh), atau tidur di lantai. Yang pasti kalau di rumah berarti tak bisa istirahat dan beban kerja berlipat, masak jadi lebih sering karena semua anggota keluarga di rumah," tambahnya.
Saat ini terdapat lebih dari 370.000 pekerja migran yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT), sebagian besar berasal dari Indonesia dan Filipina. Pada umumnya mereka tinggal satu rumah dengan keluarga majikan.
Dolores Balladares Pallaez dari Asian Migrants Coordionating Body, kelompok buruh migran lain juga menyuarakan hal senda.
"Bagi kami, tinggal di rumah artinya kami harus bekerja," kata Dolores.
Koalisi pekerja migran ini juga mengatakan polisi Hong Kong sering kali menerapkan denda setiap akhir pekan bagi para PRT yang menikmati hari libur di luar rumah, dengan denda lebih tinggi dari gaji bulanan mereka.
"Sudah sekitar 17 orang yang terkena denda," kata Eni.
Angka penularan Covid di Hong Kong pada Jumat (18/02) tercatat mencapa 3.629 kasus baru dengan tambahan 7.600 kasus lain. Sebelum gelombang varian Omicron melanda, Hong Kong mencatat 12.000 kasus selama pandemi sejak awal 2020.
Pemimpin Hong Kong, Carie Lam mengatakan Jumat (18/02) kasus omicron belum sampai pada puncaknya dan diperlukan tiga bulan untuk menstabilkan pandemi yang sejauh ini telah menyebabkan rumah sakit kewalahan.
"Pemerintah kami perlu fokus untuk penanganan pandemi," kata Lam dalam jumpa pers setelah peningkatan pesat minggu ini sebesar 60%.
Fasilitas karantina di Hong Kong dan keterisian tempat tidur mencapai 95%, dengan sejumlah pasien, termasuk orang lanjut usia ditempatkan di luar, dalam kondisi udara dingin dan terkadang hujan.
Pemerintah Hong Kong berupaya mencari ribuan kamar hotel dan blok perumahan tak terpakai untuk karantina dan juga rumah sakit- rumah sakit sementara.