Suara.com - Indonesia Police Watch (IPW) buka suara terkait tindakan penangkapan dan kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada 8 Februari 2022. Hal itu terjadi buntut penolakan warga Desa Wadas penambangan batuan andesit sebagai material pembangunan proyek Bendungan Bener.
Dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Sabtu (19/2/2022), disebutkan bahwa tindakan penangkapan dan kekerasan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hal itu merujuk pada pernyataan Komnas HAM yang telah menemukan bukti pelanggaran hak asasi manusia oleh Polri.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso berpendapat, pimpinan tertinggi Polri harus melaksanakan tindakan nyata untuk memberikan punishment kepada Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi. Sebab, pengerahan 250 personil Polri yang mengepung Desa Wadas merupakan perintah dan tanggungjawabnya.
"Perintah Kapolda Jateng yang menurunkan anggotanya ke Wadas tersebut karena berdasarkan adanya surat dari Kementerian PUPR No : UM 0401.AG.3.4./45 Tanggal 3 Februari 2022 Tentang Permohonan Pengamanan Pelaksanaan Pengukuran di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng," ucap Sugeng.
Baca Juga: Warga Desa Wadas Heran PLN Matikan Listrik dengan Alasan Pohon Tumbang
Sugeng melanjutkan, permintaan pengamanan ke Kapolda Jawa Tengah itu, juga datang dari BPN Purworejo dengan surat Kementerian ATR/BPN Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng Nomor: AT.02.02/344-33.06/II/2022 tertanggal 4 Februari 2022 Perihal Permohonan Personel Pengamanan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng. Bahkan, sebelumnya Kepala Kanwil BPN Jateng secara khusus menemui Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi.
"Namun, adanya surat tersebut bukan berarti menjadi alasan pembenar aparat Polri melakukan penangkapan semena-mena dan melakukan kekerasan terhadap warga Wadas," sambungnya.
Atas hal itu, IPW berharap permintaan pengamanan dan motif turunnya anggota Polri dengan jumlah banyak tersebut, ditelusuri oleh Komisi III DPR RI. Salah satunya membentuk Pansus Wadas dan Komnas HAM dengan mengkaitkan pertanggungjawaban Kapolda Jawa Tengah dalam tindakan penangkapan dan kekerasan anggota Polri di Desa Wadas berdasarkan UU HAM.
Pada pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tegas menyebut: "setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang".
"Selain itu, Polda Jateng melalui penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan anggotanya, telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Karena, seharusnya anggota Polri yang melaksanakan penegakan hukum harus berdasar aturan hukum," jelas Sugeng.
Baca Juga: PLN Beralasan Pemadaman Listrik Karena Pohon Tumbang, Warga Wadas Membantah: Tidak Benar
Menurut Pasal 1 angka 20 KUHAP, ucap Sugeng, dijelaskan bahwa
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Bahkan, dalam melakukan penangkapan itu, anggota kepolisian harus memiliki surat tugas dan surat perintah penangkapan.
Dalam penjelasan umum angka 3 huruf b Kuhap disebutkan: "Penangkapan, panahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang."
"Tak kalah pentingnya, penangkapan sewenang-wenang dan terjadinya tindak kekerasan tersebut bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Sehingga, kasus pelanggaran HAM ini harus dituntaskan oleh Polri, DPR RI dan Komnas HAM," pungkas dia.