Foto-foto Intim Perempuan Dibocorkan untuk Tujuan Melecehkan

SiswantoBBC Suara.Com
Kamis, 17 Februari 2022 | 14:00 WIB
Foto-foto Intim Perempuan Dibocorkan untuk Tujuan Melecehkan
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Investigasi BBC menemukan foto-foto intim perempuan dibagikan untuk tujuan melecehkan, mempermalukan bahkan pemerasan dalam skala besar melalui aplikasi Telegram.

Peringatan: Artikel ini mengandung konten seksual

Dalam kurun sepersekian detik, Sara menyadari foto telanjangnya telah bocor dan dibagikan di Telegram. Hidupnya seketika berubah. Akun Instagram, Facebook, serta nomor teleponnya turut disertakan. Tiba-tiba dia dihubungi oleh laki-laki tidak dikenal yang meminta lebih banyak foto.

"Mereka membuat saya merasa seperti seorang pelacur, karena (mereka yakin) saya akan membagikan foto-foto intim saya. Seolah saya tidak berharga sebagai seorang perempuan," kata Sara.

Baca Juga: Foto Telanjang, Rambut Kemaluan, Sensor: Mengapa Undang Debat Kaum Nudis?

Sara, bukan nama sebenarnya, mengirim foto itu kepada satu orang yang kemudian ternyata dibagikan ke grup Telegram dengan 18.000 pengikut.

Banyak dari pengikut grup itu berasal dari tempat dia tinggal di Havana, Kuba. Dia kini khawatir orang asing di jalan mungkin telah melihatnya telanjang.

"Saya tidak mau keluar, saya tidak mau berhubungan dengan teman-teman saya. Saya sangat menderita."

Baca juga:

Sara tidak sendirian. Setelah berbulan-bulan menyelidiki Telegram, kami menemukan grup dan saluran besar yang membagikan ribuan gambar perempuan yang difilmkan, dicuri, atau bocor di setidaknya 20 negara. Selain itu, minim bukti bahwa Telegram berupaya mengatasi persoalan ini.

Baca Juga: Britney Spears Pamer Foto Telanjang Usai Bebas dari Perwalian yang Mengekangnya Sejak 2008

Ribuan mil dari Kuba, seorang perempuan lainnya bernama Nigar berada di pengasingan.

Nigar berasal dari Azerbaijan, tetapi dipaksa meninggalkan tanah airnya. Pada 2021, video dia berhubungan seks dengan suaminya dikirim ke keluarganya, kemudian diunggah di grup Telegram.

"Ibu saya menangis dan mengatakan, 'Ada video yang dikirimkan kepadaku'," kata Nigar. "Saya merasa hancur, benar-benar hancur."

Video tersebut dibagikan di sebuah grup dengan 40.000 anggota. Wajah mantan suami Nigar diburamkan, tetapi wajahnya terlihat jelas.

Nigar percaya mantan suaminya diam-diam memfilmkan itu untuk memeras saudara laki-lakinya, yang merupakan seorang kritikus vokal terhadap presiden Azerbaijan.

Menurut Nigar, ibunya diberitahu bahwa video itu akan dibagikan di Telegram, kecuali kakaknya menghentikan aktivitasnya.

"Mereka memandangmu seolah-olah kamu adalah aib. Siapa yang peduli bahwa kamu sudah menikah?" kata Nigar.

Nigar sempat mengonfrontasi mantan suaminya mengenai video itu, tetapi dia membantah merekamnya. Kami berusaha untuk membuatnya mengaku, namun dia diam.

Nigar kini berjuang melanjutkan hidupnya. "Saya tidak bisa pulih. Saya menemui terapis dua kali seminggu," kata dia. "Mereka bilang belum ada kemajuan sejauh ini. Mereka bertanya apakah saya bisa melupakan hal ini, dan saya jawab tidak."

Baca juga:

Foto Sara dan video Nigar telah dilaporkan ke Telegram, namun platform tersebut tidak menanggapinya. Mereka tidak sendiri mengalami hal ini.

BBC telah memantau 18 saluran Telegram dan 24 grup di beberapa negara mulai dari Rusia, Brasil, Kenya, hingga Malaysia dengan jumlah anggota hampir dua juta.

Data pribadi seperti alamat rumah dan nomor telepon orang tua disertakan di samping gambar-gambar eksplisit.

Kami menyaksikan bahwa admin grup meminta anggota mereka mengirimkan gambar intim dari mantan pasangan, kolega, atau teman sesama siswa ke akun otomatis, sehingga gambar itu bisa dipublikasikan tanpa mengungkapkan identitas pengirimnya.

Telegram mengatakan jumlah pengguna aktifnya mencapai setengah miliar di seluruh dunia -melebihi Twitter—dan banyak dari para pengguna itu tertarik pada jaminan privasi platform ini.

Jutaan orang pindah ke Telegram pada Januari 2021 setelah WhatsApp mengubah ketentuan privasi mereka.

Telegram juga telah lama populer di kalangan pengunjuk rasa pro-demokrasi di negara-negara yang medianya banyak disensor.

Pengguna bisa mengunggah tanpa membagikan nama atau nomor telepon mereka, membuat grup umum atau grup pribadi dengan jumlah anggota mencapai 200.000, atau saluran yang dapat disiarkan ke pengguna yang jumlahnya tidak terbatas.

Terlepas dari reputasi Telegram terkait privasi, hanya opsi "obrolan rahasia" yang dienkripsi dari ujung ke ujung, memastikan hanya dua orang yang berkomunikasi yang dapat melihat pesan itu. Ini adalah aturan dasar pada aplikasi obrolan aman seperti Signal dan WhatsApp.

Platform ini menarik pengguna yang menginginkan ruang yang tidak banyak aturan, termasuk yang dilarang di platform lain.

"Menurut Telegram dan pemiliknya, mereka tidak ingin menyensor pengguna," kata Natalia Krapiva, penasihat hukum teknologi di kelompok hak digital Access Now.

Baca juga:

Penelitian kami menunjukkan bahwa pendekatan itu membuat Telegram menjadi surga bagi kebocoran dan pengunggahan gambar-gambar intim.

Telegram tidak memiliki kebijakan khusus untuk menangani gambar intim yang dibagikan tanpa persetujuan, namun persyaratan layanannya membuat pengguna menyetujui "untuk tidak mengunggah konten pornografi ilegal di saluran Telegram yang dapat dilihat publik, bot, dan lain-lain".

Telegram juga memiliki fitur pelaporan di grup publik, pribadi, maupun saluran di mana pengguna bisa melaporkan konten pornografi

Untuk menguji seberapa ketat Telegram menegakkan kebijakan itu, kami melaporkan 100 gambar pornografi melalui fitur pelaporan yang tersedia di aplikasi tersebut.

Satu bulan setelahnya, 96 gambar yang kami laporkan masih dapat diakses. Kami tidak menemukan empat konten lainnya karena ada di dalam grup yang sudah tidak bisa kami akses.

Yang paling mengganggu, ketika kami menyelidiki kelompok-kelompok ini, sebuah akun dari Rusia mencoba menjual sebuah folder berisi video pelecehan anak kepada kami dengan harga yang lebih murah dari segelas kopi.

Kami melaporkan hal itu kepada Telegram dan polisi, namun dua bulan kemudian unggahan dan saluran itu masih ada. Akun tersebut baru dihapus setelah kami menghubungi tim media Telegram.

Meskipun moderasinya lunak, Telegram memang menindak konten-konten tertentu.

Setelah Apple menghapus Telegram dari App Store karena ada video seperti yang sempat ditawarkan kepada kami, Telegram bersikap lebih proaktif terhadap konten-konten pelecehan anak.

Platform ini juga bekerja sama dengan Badan Uni Eropa untuk urusan kerja sama penegakan hukum, Europol, pada 2019 untuk menghapus konten bermuatan ISIS yang berkembang biak di Telegram.

"Kami tahu bahwa Telegram bisa menghapus dan (telah) menghapus konten terkait terorisme atau konen politik yang sangat radikal," kata peneliti di Oxford Internet Institute, Dr Aliaksandr Herasimenka.

Namun penghapusan konten-konten intim tampak tidak diprioritaskan.

Kami berbicara dengan lima moderator konten Telegram yang meminta namanya tidak disebutkan.

Mereka memberi tahu kami bahwa mereka menerima laporan pengguna melalui sebuah sistem otomatis, yang kemudian diurutkan menjadi "spam" dan "bukan spam".

Mereka mengaku tidak proaktif mencari gambar-gambar intim yang beredar, dan sejauh yang mereka pahami, Telegram juga tidak menggunakan kecerdasan buatan untuk melakukan itu.

Kurangnya tindakan dari Telegram ini membuat beberapa perempuan mengambil langkah sendiri.

Joanna menemukan sebuah foto telanjang dirinya saat berusia 13 tahun di sebuah grup Telegram Malaysia yang terkenal kejam.

Dia kemudian membuat akun Telegram palsu untuk bergabung dengan grup itu, kemudian mencari gambar tersebut dan melaporkannya secara anonim. Dia juga membagikan temuannya dengan teman-temannya.

Di tengah tekanan media yang kuat, grup itu akhirnya ditutup. Tetapi selama penyelidikan, kami menemukan setidaknya dua grup duplikat yang berbagi jenis gambar yang sama.

"Kadang-kadang Anda merasa sangat tidak berdaya, kami melakukan banyak hal untuk mencoba menghapus grup-grup ini, tapi mereka masih muncul. Jujur saja, saya tidak tahu apakah ini akan berakhir," kata Joanna.

Telegram menolak pengajuan wawancara kami, namun dalam sebuah pernyataan mereka mengklaim memantau ruang publik secara proaktif dan memproses laporan pengguna terkait konten yang melanggar ketentuan layanan.

Telegram tidak mengonfirmasi apakah mengunggah gambar intim orang tanpa persetujuan dibolehkan di platform itu, atau apakah gambar itu akan dihapus.

Penayangan iklan di beberapa saluran publik di Telegram -seiring dengan investasi—mengisyaratkan bahwa pendirinya, Pavel Durov, berniat memonetisasi platform tersebut.

Hal ini mungkin akan meningkatkan tekanan pada Telegram dan pendiri libertariannya untuk lebih sejalan dengan platform lain seperti Whatsapp, yang mulai memperkenalkan kebijakan untuk tidak membagikan foto-foto intim.

Masih perlu dilihat berapa lama Telegram menolak moderasi yang lebih ketat ketika mereka bergerak ke pasar.

Tetapi bagi para perempuan yang reputasi dan hidupnya hancur akibat gambar intim mereka dibagikan di Telegram, perubahan tidak bisa datang secepat itu.

Investigasi oleh tim Disinformasi BBC World Service.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI