Suara.com - Ekonomi negara berkembang paling terpukul oleh resesi ekonomi global yang dibawa oleh pandemi. Utang krisis yang menjulang dapat memperburuk keadaan, menurut sebuah laporan baru.
Ekonomi negara berkembang paling terpukul oleh resesi ekonomi global akibat pandemi corona. Utang yang membengkak bisa membuat segalanya menjadi lebih buruk, kata laporan terbaru Bank Dunia.
Beberapa negara termiskin di dunia menghadapi krisis utang serius yang akan sangat mempersulit upaya pemulihan dari resesi akibat pandemi COVID-19, kata laporan terbaru Bank Dunia yang dirilis hari Selasa (15/2).
Lebih dari 70 negara berpenghasilan rendah menghadapi pembayaran utang tambahan hampir $11 miliar tahun ini, meningkat 45% dari 2020 setelah terjadi kenaikan tajam dalam pinjaman tahun lalu.
Namun, laporan Bank Dunia itu mengatakan ada satu masalah mendasar dalam masalah utang yang dihadapi oleh negara berkembang, yaitu masalah utang "tersembunyi" atau tidak transparan.
Sehingga deteksi risiko keuangan lambat atau bahkan salah dan akhirnya memukul akses ke pembiayaan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha kecil.
Laporan tahunan Bank Dunia biasanya berfokus pada satu aspek spesifik dari pembangunan ekonomi global di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah.
Laporan tahun 2022 berjudul
"Keuangan Untuk Pemulihan yang Adil" dan berfokus pada masalah utang. Laporan itu menyebutkan, selain tantangan meningkatnya utang negara, sistem pembiayaan yang tidak stabil di negara berkembang membuat mereka lebih rentan terhadap masalah keuangan lain, seperti kenaikan inflasi dan suku bunga.
Baca Juga: Bertemu Pimpinan Bank Dunia, Jokowi Singgung Soal Lonjakan Harga Pangan Dunia
Kredit untuk rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha kecil "Krisis ekonomi, inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi akan meluas karena kerapuhan keuangan," kata Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan.