Suara.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara mengungkapkan adanya empat temuan awal Komnas HAM terkait insiden 8 Februari 2022 di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Temuan pertama, yakni adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat proses pengukuran di lahan warga.
"Saya mengonfirmasi betul, bahwa ada kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian pada saat pengamanan pengukuran di lahan warga yang sudah setuju, itu saya konfirmasi," ujar Beka Ulung dalam diskusi "Wadas : Panggilan Kemanusiaan Dalam Pembangunan" Selasa (15/2/2022).
Diketahui, dalam proses pengukuran lahan untuk Bendungan Bener pada Selasa, 8 Februari 2022 diwarnai dengan ketegangan. Puluhan orang ditangkap dan ditahan pihak kepolisian.
Temuan awal kedua kata Beka Ulung yakni ada beberapa warga belum kembali ke rumah masing-masing karena ketakutan. Hal tersebut diketahui Komnas HAM saat menemui warga di Desa Wadas baru-baru ini.
Baca Juga: Komnas HAM Kawal Penyelidikan Penembakan Warga di Parigi Moutong, 15 Senjata Api Diamankan Polisi
"Beberapa warga yang sampai kami datang ke Wadas itu hari Sabtu dan Minggu itu ada yang belum pulang ke rumah masing-masing karena ketakutan," ucap dia.
Selanjutnya temuan awal Komnas Ham yang ketiga yakni perempuan dan anak mengalami trauma dalam insiden ketegangan 8 Februari dan bentrokan pada tahun lalu.
"Ini juga membangkitkan memori atas kekerasan atau bentrokan yang terjadi pada tahun lalu, itu apalagi memang informasinya pasca April (2021) ada beberapa aktivitas dari teman-teman kepolisian TNI yang juga itu kemudian di dipersepsikan bahwa itu akan mengancam mereka melakukan ancaman intimidasi warga itu persepsi warga" papar Beka Ulung.
Temuan Komnas HAM ke empat yakni soal relasi sosial warga baik yang pro dan kontra yang semakin merenggang setelah insiden 8 Februari 2022. Padahal kata Beka Ulung, seminggu atau dua minggu sebelumnya, warga itu sudah sempat agak mulai mencair.
Hal tersebut karena ada wasiat dari tokoh yang disegani di desa tersebut yakni Kiai Samsu yang berpesan warga Wadas bersatu dan tak ada lagi perpecahan.
"Kiai Samsu berpesan bahwa warga Wadas bersatu tidak ada lagi terpecah-pecah baik pro dan kontra pro dan kontra boleh, tapi tidak menghilangkan soal persaudaraan kemanusiaan dan yang lain sebagainya termasuk relasi sosial," lanjut Beka Ulung.
Beka Ulung pun kemudian menyampaikan temuan adanya kekerasan yang dilakukan kepolisian telah ia sampaikan ke Kapolda Jawa Tengah.
Komnas HAM kata Beka Ulung juga meminta Kapolda Jawa Tengah untuk memberikan sanksi kepada aparat yang terbukti melakukan kekerasan.
"Kami minta juga kepada kepolisian untuk tidak mudah mencap hoax terhadap narasi atau postingan yang ada di lapangan yang berbeda dengan informasi atau data yang dimiliki oleh kepolisian," ucap Beka Ulung.
Tak hanya itu, Komnas HAM juga meminta Kapolda Jawa Tengah untuk mencegah peristiwa yang sama tidak berulang kembali.
"Ini penting, karenanya kami Komnas HAM dengan Polda Jawa Tengah sepakat untuk koordinasi lebih intensif, untuk mengubah pendekatan dan juga evaluasi atas setiap langkah yang ada itu kira-kira," papar dia.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta aparat kepolisian mengembalikkan barang-barang milik warga yang disita.
"Kami juga minta kepolisian untuk mengembalikan barang-barang yang disita pada tanggal 8 Februari dan memang langsung diperintahkan oleh Kapolda, Dirkrimsus untuk mengembalikan handphone dan juga senjata tajam yang sempat disita oleh aparat. Sore kemarin saya sudah dapat foto dan informasi, HP yang sempat disita itu sudah dikembalikan ke warga," katanya.