Suara.com - Amerika Serikat akan memindahkan kedutaannya ke Lviv. Sementara itu, muncul dugaan invasi Rusia akan terjadi pada Rabu (16/02) usai Kanselir Jerman Olaf Scholz mengakhiri pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Senin (14/02), mengatakan akan memindahkan sementara kedutaannya di Ukraina dari ibu kota, Kyiv, ke kota Lviv di barat negara itu.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (14/02) bahwa langkah itu didasarkan pada "percepatan dramatis dalam penumpukan pasukan Rusia."
"Kami juga melanjutkan upaya tulus kami untuk mencapai solusi diplomatik, dan kami tetap terlibat dengan pemerintah Rusia menyusul panggilan telepon Presiden Joe Biden dengan Presiden Vladimir Putin dan diskusi saya dengan Menteri Luar Negeri Lavrov," kata Blinken.
Baca Juga: Kekhawatiran Sekjen PBB Soal Perang Bakal Terjadi Di Ukraina, Desak Pemimpin Dunia Tenangkan Keadaan
"Jalan untuk diplomasi tetap tersedia jika Rusia memilih untuk terlibat dengan itikad baik ... Kami berharap untuk mengembalikan staf kami ke kedutaan segera setelah kondisi memungkinkan," tambahnya.
Sejauh ini, Rusia telah mengerahkan sekitar 130.000 tentara dan sejumlah besar peralatan militer di perbatasannya dengan Ukraina, memicu kekhawatiran negara tetangga dan negara Barat bahwa Rusia mungkin merencanakan invasi dalam waktu dekat.
AS minta warganya segera meninggalkan Belarus Departemen Luar Negeri AS pada hari Selasa (15/02) meminta warga Amerika untuk segera meninggalkan Belarus karena "penumpukan militer Rusia yang tidak biasa dan kondisi mengkhawatirkan di sepanjang perbatasan Belarus dengan Ukraina" dan memperingatkan agar tidak melakukan perjalanan ke wilayah tersebut.
Pentagon yakin Putin belum membuat keputusan akhir tentang invasi Departemen Pertahanan AS tidak percaya Presiden Rusia telah membuat keputusan akhir untuk menyerang Ukraina, kata juru bicara John Kirby.
Dia menambahkan, bagaimanapun, Pentagon berpikir kemungkinan itu "sangat mungkin terjadi" bahwa Putin akan membuat langkah dengan sedikit atau tanpa peringatan.
Baca Juga: Konflik Memanas, Singapura Imbau Warganya untuk keluar dari Ukraina
Kirby juga mengatakan Menteri Pertahanan Lloyd Austin berencana berangkat ke Eropa pada Selasa (15/02), di mana dia akan mengadakan pertemuan di markas NATO di Brussel, mengunjungi Polandia dan Lithuania.
Kekhawatiran sekjen PBB Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengadakan pembicaraan terpisah dengan para menteri luar negeri Rusia dan Ukraina pada Senin (14/02).
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan Guterres masih berpikir bahwa tidak akan ada konflik, berdasarkan "analisisnya sendiri, harapannya sendiri."
Dujarric menambahkan bahwa PBB masih tidak berencana untuk mengevakuasi atau merelokasi lebih dari 1.600 stafnya di Ukraina.
Guterres mengatakan sudah waktunya untuk "meredakan ketegangan" antara Rusia dan Barat, dengan mengatakan dia "sangat khawatir" tentang ancaman konflik.
"Sekarang waktunya untuk meredakan ketegangan dan mengurangi tindakan di lapangan," kata Guterres, yang sebelumnya berbicara dengan menteri luar negeri Rusia dan Ukraina, serta menyatakan keprihatinan seriusnya atas situasi tersebut.
Menyerukan diakhirinya "retorika yang membara", sekretaris jenderal PBB mengatakan kepada wartawan bahwa dia "sangat khawatir dengan meningkatnya ketegangan dan meningkatnya spekulasi tentang potensi konflik militer di Eropa.
Kanada akan pinjamkan Ukraina hampir $500 juta
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengumumkan bahwa Ukraina akan dipinjamkan $490 juta (Rp7 triliun).
Senjata juga akan dikirim untuk membantu mempertahankan diri dari Rusia.
"Mengingat keseriusan situasi dan setelah percakapan dengan Ukraina, saya telah menyetujui penyediaan peralatan dan amunisi mematikan senilai $7,8 juta (Rp87,5 miliar),” kata Trudeau dalam konferensi pers. Trudeau melanjutkan dengan mengatakan: "Ini menanggapi permintaan khusus Ukraina dan merupakan tambahan dari peralatan tidak mematikan yang telah kami sediakan."
Olaf Scholz adakan pembicaraan di Kiev
Kanselir Jerman Olaf Scholz bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Kyiv untuk meyakinkan Zelenskyy tentang dukungan Jerman.
Kunjungannya dilakukan saat Ukraina telah menyuarakan beberapa kritik terhadap penolakan Berlin untuk mengirimkan senjata mematikan dengan alasan bahwa Jerman memiliki kebijakan untuk tidak mengirimkan senjata ke wilayah krisis.
Dalam upaya nyata untuk meredakan kritik semacam itu, Scholz menekankan pada konferensi pers bahwa negaranya telah menjadi salah satu donor terbesar ke Ukraina dalam beberapa tahun terakhir, dengan mengumumkan pinjaman baru sebesar €150 juta (Rp2,4 triliun) untuk Kyiv.
Pada hari Selasa (15/02), Scholz menuju ke Moskow untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kanselir mengatakan dia akan "menggarisbawahi" kepada Putin konsekuensi berat dari setiap invasi, menambahkan bahwa Barat siap untuk menjatuhkan "sanksi yang sangat luas dan efektif."
Zelenskyy deklarasikan Hari Persatuan dalam menghadapi prediksi invasi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah mendeklarasikan Rabu, 16 Februari 2022 sebagai "Hari Persatuan" nasional, dalam tindakan yang tampaknya menentang di tengah prediksi AS bahwa invasi Rusia dapat terjadi pada tanggal tersebut.
"Mereka memberi tahu kami bahwa 16 Februari akan menjadi hari invasi. Kami akan menjadikan ini sebagai Hari Persatuan. Saya telah menandatangani dekrit terkait," kata Zelenskyy dalam pidato nasional.
Laporan intelijen AS yang diberitahukan kepada media internasional mengatakan bahwa Rusia mungkin melancarkan serangan di beberapa titik setelah Kanselir Jerman Olaf Scholz mengakhiri putaran pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin pada hari Selasa (15/02). ha/pkp (AFP, AP, Reuters, dpa)