Suara.com - Dugaan tindakan represif aparat kepolisian di Desa Wadas, Jawa Tengah dan penembakan terhadap seorang warga yang menolak tambang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, dinilai menunjukan adanya arahan kuat yang meminta Polri menjaga setiap bentuk investasi di sektor tambang.
Hal itu disampaikan Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar.
“Peristiwa yang terjadi di Parigi Moutong, (dan) terutama represifnya kepolisian di Wadas ya. Itu paling tidak menunjukan, bahwa ada arahan yang kuat untuk meminta polisi menjaga tiap bentuk investasi terutama di sektor pertambangan,” kata Rivanlee saat dihubungi Suara.com, Senin (14/2/2022).
Dijelaskan Rivanlee, dari dua rangkaian peristiwa tersebut semakin membuat masyarakat memandang aparat kepolisian sebagai penghambat mereka atas penolakan mereka terkait penambangan.
“Keberadaan polisi tersebut justru malah menjadi mesin penghambat bagi perjuangan warga baik di Wadas ataupun di Parigi Moutong. Hal ini kelihatan dari praktik kekerasan, yang terjadi baik menimbulkan korban luka-luka, ataupun tewas sebagaimana yang terjadi di Parigi Moutong,” katanya.
Selain itu, terkait penembakan yang menewaskan seorang warga di Parigi Moutong, KontraS meminta agar kasus tersebut ditangani langsung oleh Mabes Polri. Ia menambahkan, tindakan tegas bagi aparat yang terlibat harus diberikan, serta menjadi contoh untuk anggota polisi yang lain agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.
Kemudian tindakan represif aparat kepolisian terhadap warga yang berunjuk rasa, juga dikhawatirkan mempersempit ruang berekspresi di masyarakat.
“Ini akan berbahaya karena, pertama, ruang ekspresi masyarakat itu menjadi semakin sempit. Karena mereka tidak tahu ke mana lagi harus mengeluhkan, ketika kepolisian ini mengancam mereka,” katanya.
Untuk diketahui dalam waktu satu minggu, terjadi aksi represif aparat keamanan terhadap warga penolak tambang. Kali pertama terjadi pada Selasa (8/2/2022) di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
Kala itu situasi wilayah tersebut memanas. lantaran aparat kepolisian diduga melakukan tindakan refresif terhadap warga yang menolak pembukaan lahan tambang. Bahkan, sekitar 60-an warga ditangkap, meskipun belakangan mereka telah dibebaskan.
Berselang beberapa hari kemudian, tepatnya pada Sabtu (12/2/2022), bentrokan antara kepolisian dengan warga yang menolak keberadaan tambang milik perusahaan PT Trio Kencana di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng pecah. Saat aksi tersebut, dilaporkan seorang warga bernama Erfadi (21) meninggal dunia. Dia diduga tewas usai mendapatkan luka tembakan.