Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Daerah Sampai Pilkada Serentak 2024,Kemendagri: Berpotensi Melanggar Aturan

Senin, 14 Februari 2022 | 16:21 WIB
Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Daerah Sampai Pilkada Serentak 2024,Kemendagri: Berpotensi Melanggar Aturan
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Akmal Malik. (Suara.com/Tyo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) Akmal Malik menyatakan perpanjangan masa jabatan kepala daerah yang akan berakhir dalam waktu dekat ini berpotensi melanggar aturan. Lantaran dalam regulasi yang ada, masa jabatan kepala daerah hanya dibatasi lima tahun.

Pernyataan tersebut disampaikan Akmal menanggapai wacana perpanjangan masa jabatan sejumlah kepala daerah yang akan berakhir dalam waktu dekat ini, ketimbang menunjuk Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai penjabat kepala daerah.

Akmal menegaskan, dalam kehidupan bernegara termasuk penyelenggaraan pemerintahan, wajib hukumnya menaati aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu harus menjadi dasar semua pihak, baik dalam bertindak maupun menyusun kebijakan.

"Dalam menjalani kehidupan bernegara dan menyelenggarakan pemerintahan seluruh elemen bangsa wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana amanat konstitusi yang di muat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yakni Negara Indonesia adalah negara hukum, " ujar Akmal dalam keterangan tertulisnya pada Senin (14/2/2022).

Baca Juga: Masa Jabatan 272 Kepala Daerah Segera Berakhir, Kemendagri: Perpanjangan Masa Jabatan Berpotensi Langgar Aturan

Usulan tersebut seperti yang disampaikan mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan. Menurutnya, sebaiknya persoalan kekosongan jabatan kepala daerah tak perlu dijawab dengan pengisian penjabat.

Djohermansyah menyarankan, agar kepala daerah yang habis masa jabatannya itu diperpanjang saja.

Hal itu dinilai lebih baik, ketimbang menunjuk atau mengangkat ASN menjadi penjabat yang disebutnya punya beberapa keterbatasan dan kendala ketika menjabat terlalu lama.

Untuk diketahui, dalam waktu dekat, yakni mulai 12 Mei 2022, sejumlah kepala daerah akan berakhir masa jabatannya. Tercatat ada 272 kepala daerah mulai dari gubernur, wali kota hingga bupati yang tersebar di 25 provinsi.

Sementara itu, pemilihan kepala daerah (pilkada) baru akan digelar secara serentak pada 2024 mendatang.

Baca Juga: Keberadaan Penjabat Kepala Daerah Dikhawatirkan Bakal Untungkan Pemerintah Pusat dalam Pilpres 2024

Akmal menjelaskan, masa jabatan kepala daerah telah diatur dalam Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 serta Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014.

Dua aturan tersebut menjelaskan, masa jabatan kepala daerah yakni hanya 5 tahun terhitung sejak pelantikan, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Artinya, kata dia, tidak ada klausul perpanjangan masa jabatan kepala daerah. Apabila diperpanjang, justru itu akan bermasalah dari sisi perundang-undangan dan berpotensi melanggar aturan.

"Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014 serta Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tersebut tidak terdapat ruang regulasi untuk perpanjangan masa jabatan kepala daerah karena secara eksplisit normanya mambatasi hanya lima tahun," tutur Akmal. 

Adapun UU Nomor 10 Tahun 2016 yang memuat pengaturan tentang Pilkada, termasuk ketentuan soal Pilkada Serentak Tahun 2024 merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

Selain itu, lanjut Akmal, mengenai penunjukan penjabat kepala daerah juga memiliki dasar hukum. Hal tersebut tertuang dalam regulasi yang mengatur soal Pilkada serentak, mulai UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2015, UU Nomor 10 Tahun 2016, dan UU Nomor 6 Tahun 2020, di dalamnya memuat soal pengaturan tentang penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, sampai dengan dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. 

"Dalam menunjuk penjabat kepala daerah, pemerintah pastinya mengedepankan kapasitas, kompetensi, dan integritas secara cermat, hati-hati serta selektif.  Sehingga dapat menjamin kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah," katanya.

Akmal meyakini, para ASN memiliki kapasitas yang bisa diandalkan untuk menjalankan tugas sebagai penjabat kepala daerah. 

Mereka dinilai memiliki pengalaman dan kemampuan teknis. Selama ini pun berdasarkan pengalaman yang ada, para penjabat kepala daerah bisa berkomunikasi baik dengan pihak DPRD setempat.

Selain itu, Akmal menyebut, pemerintah pun tak akan lepas tangan begitu saja ketika penjabat kepala daerah sudah ditunjuk dan bekerja. 

Sesuai ketentuan Pasal 373 UU Nomor 23 Tahun 2014 dan amanat Pasal 132 ayat (6) PP Nomor 6 Tahun 2005, pemerintah akan secara ketat melakukan pembinaan dan pengawasan. Hal ini untuk menjamin kinerja penjabat kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Seiring dengan upaya pembinaan, pengawasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah tentunya sangat diharapkan kerjasama seluruh lembaga dan elemen di masyarakat untuk turut mendukung dan mengawasi kinerja pemerintahan daerah di masa transisi agar tetap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," kata Akmal. 

Kendati demikian, terlepas dari itu, Akmal menghormati setiap pandangan, gagasan, dan masukan terkait dengan kepala daerah termasuk yang disampaikan Djohermansyah.

Dia meyakini, Djohermansyah yang pernah menjadi Dirjen Otda memiliki maksud baik dengan usulan tersebut. Terlebih, kata dia, di dalam demokrasi siapa pun berhak menyuarakan pendapatnya dan harus dihormati.

"Namun, ketika itu menyangkut tata penyelenggaraan bernegara yang sudah ada aturannya, tak bisa kemudian sebuah usulan diwujudkan dengan melanggar rambu yang sudah digariskan oleh aturan perundang-undangan," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI