MAKI Desak Perkara TPPU Setya Novanto Diambil Alih dari Bareskrim Polri, Jubir KPK: Ada Syarat dan Aturan Main dalam UU

Senin, 14 Februari 2022 | 15:14 WIB
MAKI Desak Perkara TPPU Setya Novanto Diambil Alih dari Bareskrim Polri, Jubir KPK: Ada Syarat dan Aturan Main dalam UU
Mantan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) mengikuti sidang di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/9). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons permintaan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) agar proses perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) eks Ketua DPR RI Setya Novanto atau Setnov diambil alih dari Bareskrim Polri.

Menanggapi itu, Plt juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut, KPK dalam pengambilalihan perkara dugaan korupsi dari institusi penegak hukum lain tentunya ada mekanisme maupun tahapan-tahapan. Ia mengatakan, tidak bisa begitu saja KPK langsung mengambil alih.

"Kami sampaikan bahwa pengambil alihan suatu kasus oleh KPK dari aparat penegak hukum lain tidak bisa serta merta begitu saja dilakukan," kata Ali dikonfirmasi, Senin (14/2/2022).

Ali memastikan, lembaganya tentu dalam bekerja dalam memproses perkara korupsi tentu berdasarkan aturan hukum yang berlaku.

Baca Juga: Setnov Kepergok Bawa Dua Ponsel di Lapas, Kumpul Makan Bersama

Ali menyebut, ada sejumlah syarat bila ingin mengambil alih perkara yang ditangani penegak hukum lain dalam UU KPK tertuang dalam pasal 10a Undang-undang KPK.

"Tentu ada syarat, mekanisme proses dan aturan main yang telah ditegaskan dalam UU diantaranya disebutkan disana ada beberapa syarat sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 10 A UU KPK," imbuhnya

Dalam UU KPK Nomor 19 tahun 2019, hasil revisi. Bunyi dalam pasal 10a UU KPK, yakni 'Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.'

Ada sejumlah syarat terdiri enam poin, di antaranya :

  1. Laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti.
  2. Proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
  3. Penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya.
  4. Penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi.
  5. Hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif.
  6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut Bareskrim sudah melakukan penyidikan dugaan TPPU atas diri Setya Novanto, namun penanganan perkara itu mangkrak.

Baca Juga: Pasang Badan buat Setnov, Rekan Fredrich: Sampai Sekarang Belum Dibayar

"Karena di Bareskrim tidak jalan lagi kasusnya, ini harus diambil alih KPK karena perkara pokok korupsi e-KTP itu ada di KPK," kata Boyamin saat dikonfirmasi, Sabtu (12/2/2022).

Dia menjelaskan, perkara dugaan TPPU korupsi proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,3 triliun itu harus diusut tuntas. MAKI telah melayangkan praperadilan atas mangkraknya kasus TPPU yang ditangani oleh Bareskrim Polri.

Namun, gugatan tersebut ditolak hakim praperadilan dengan alasan belum ada surat perintah penghentian penyidikan (SP3) secara tertulis.

"Nanti saya gugat ulang, kayak Century sudah enam kali kan menang (gugatan), mudah-mudahan setelah digugat Bareskrim persedia menyerahkan (perkara) kepada KPK. Jadi ini, MAKI mendesak KPK ambil alih, dan memberikan warning karena nanti bulan Maret digugat kalau tidak ada penyerahan atau pengambilalihan dari KPK kasus TPPU Setya Novanto," ujar Boyamin.

Selain mengambil alih, KPK juga didesak menambah tersangka baru TPPU setidaknya pada pengusaha Made Oka Masagung yang diduga membantu Setya Novanto menyembunyikan uang hasil korupsi e-KTP dengan modus transaksi investasi di Singapura.

Dalam kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Bekas Ketua Umum Partai Golkar itu juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai Setya Novanto terbukti menerima 7,3 juta dolar AS dari proyek e-KTP.

Setya yang saat proyek berjalan menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar disebut mempengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang.

Dalam berkas tuntutan, jaksa KPK mengatakan korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto bercita rasa pencucian uang.

Alasannya, dalam persidangan terungkap fakta adanya metode baru untuk mengalirkan duit hasil kejahatan ke luar negeri tanpa melalui sistem perbankan nasional. Uang itu melalui perjalanan melintasi enam negara, yakni Indonesia, Amerika Serikat, Mauritius, India, Singapura dan Hong Kong.

"Untuk itu tidak berlebihan rasanya jika penuntut umum menyimpulkan inilah korupsi bercita rasa TPPU,: kata jaksa KPK Irene Putri dalam sidang pembacaaan tuntutan 29 Maret 2018.

Seperti diketahui, Setya Novanto menerima duit korupsi e-KTP melalui perantara, antara lain lewat Made Oka Masagung, yang juga sudah divonis 10 tahun penjara oleh PN Tipikor Jakarta pada 5 Desember 2018. Made Oka harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang, Banten.

Bersama Made Oka, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menghukum mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang juga keponakan Setya Novanto, yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin Bandung.

Irvanto terbukti merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan e-KTP. Juga terbukti menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR.

Selain itu juga, Irvanto dinilai secara langsung maupun tidak langsung turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam pengadaan e-KTP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI