Suara.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menyebut, tindakan represif kepolisian dari Polda Jawa Tengah terhadap warga Desa Wadas, Bener, telah terencana.
Hal itu, kata Isnur, karena masifnya aparat kepolisian yang datang ke sana beberapa bulan sebelum situasi memanas.
"Kami sejak awal curiga, ini kekerasan yang sudah direncanakan. Dan bukan hanya Februari, Jelang-jelang Februari, Januari itu patroli semakin sering rutin dilakukan," kata Isnur dalam diskusi daring pada Sabtu (12/2/2022).
Jelasnya, pada awal Februari akses keluar-masuk ke Wadas telah dilakukan pembatasan. Terlebih bagi aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum.
"Tim LBH mau masuk lokasi sulit. Jadi tiap gang itu sudah dihadang aparat. Jadi aparat bukan hanya masuk ke kampung-kampung, tapi menghadang setiap gang," kata Isnur.
Bahkan, kata dia, warga yang keluar masuk membawa logistik atau hasil pertaniannya juga dibatasi. Pandemi Covid-19 juga turut dijadikan alat untuk membatasi aktivitas di sana.
"Orang mengangkut logistik, dagangan kebutuhan makanan dilarang. Harus dengan Swab. Jadi Swab pandemi jadi alasan orang yang mau masuk ke sana," ungkap Isnur.
Desak Kapolda Jateng dan Kapolres Purworejo Diperiksa
Terpisah, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mendesak Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi dan Kapolres Purworejo AKBP Fahrurozi diperiksa Propam Polri.
Baca Juga: Komnas HAM ke Wadas, Tak Ingin Ada Lagi Kekerasan dan Penangkapan Warga
Kata Sugeng, jika terbukti melanggar prosedur, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mengambil tindakan tegas dengan mencopot keduanya dari jabatannya.
"Bila terbukti ada pelanggaran prosedur yang dilakukan bawahannya, maka harus dicopot oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo," tegas Sugeng lewat keterangan tertulisnya.
Menurut IPW, dugaan tindak represif dengan menangkap sekitar 60 warga secara sewenang-wenang pada Selasa (8/2/2022) lalu, merupakan pelanggaran hukum.
"Hasil penelusuran investigasi IPW di lapangan Desa Wadas, melihat ada dalih pengamanan maupun upaya paksa dari Polda Jateng untuk menangkap warga, merupakan sejarah buruk dan pelanggaran HAM," ungkap Sugeng.
"Dalam pasal 28B ayat 1 UUD 1945 disebutkan, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum."
"Sementara pasal dalam UUD 1945 itu dimasukkan kembali dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)," sambungnya.
Di samping itu, merujuk pada Undang-Undang HAM, secara tegas menyatakan, penangkapan seseorang tidak boleh sembarangan.
Hal itu, kata Sugeng, dimaksud pada Pasal 34 yang berbunyi, "Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang".
"Pelanggaran pada pasal ini terbukti dilakukan oleh Polda Jateng melalui kesewenang-wenangannya telah menangkap 60-an warga Desa Wadas tidak bersalah. Kendati, sehari kemudian mereka yang ditangkap dibebaskan," ujarnya.