Suara.com - Beberapa waktu yang lalu sempat viral seorang pelanggan ojek online (ojol) yang memberi bintang satu kepada driver.
Alasan pelanggan tersebut memberi bintang satu karena dia tidak terima dipanggil 'Mbak' oleh drivernya.
"Don't call me 'mbak'. You are in Jakarta! Say it 'non' or 'kak' (Jangan panggil saya 'mbak'. Anda di Jakarta! Panggilnya 'non' atau 'kak')," tulis pelanggan itu dalam kolom penilaian di aplikasi.
Seorang pengguna media sosial Twitter @sefkelik yang juga aktif membahas nama bayi berbahasa Kawi di akun @astunamisae menuliskan sebuah utasan yang membahas makna kata 'Mbak'.
Baca Juga: Bahas Perayaan Hari Valentine, UAS: Itu Hari Zina Internasional
Dia menjelaskan makna sapaan kata 'Mbak' dari sudut pandang sejarah. Menurutnya, sewotnya sejumlah orang ketika dipanggil 'Mbak' karena merasa sapaan itu identik sebagai sapaan untuk pembantu.
Padahal makna sapaan kata 'Mbak' sejak Indonesia merdeka pernah menjadi suatu sapaan yang lentur dan mengarah ke egaliter.
Pada zaman Indonesia merdeka dalam kultur Jawa sapaan 'Mbak' dipakai untuk menunjukan rasa hormat kalangan bawah ke kalangan atas.
Begitu sebaliknya dari kalangan atas ke kalangan bawah. Sapaan 'Mbak' juga digunakan oleh kalangan orang yang memiliki kedudukan kurang lebih setara.
Sapaan 'Mbak' di masa pasca kolonial menjadi sapaan yang meleburkan polarisasi 'Nyonya' atau 'Nyah', 'Non', 'Ndoro', 'Den' atau 'Denayu' di satu sisi dengan 'Yu' hingga 'Babu' di pihak lain.
Makna Kata 'Mbak' dari Sisi Sejarah
Sekitar 70 tahun terakhir hingga saat ini kata sapaan 'Mbak' dipakai sebagai penanda rasa hormat.
Terjadi ketika orang harus memanggil atau menyapa orang lain namun canggung jika menyebutkan nama secara langsung. Sapaan 'Mbak' kurang lebih mirip dalam pola penggunaan sapaan 'Mas'.
Jawa acap diidentikkan dengan kultur feodal. Walaupun konon kulturnya feodal pada 70, 50, 30 tahun terakhir makin banyak pembantu atau asistem rumah tangga perempuan dan majikan perempuan yang saling menyapa dengan kata 'Mbak'.
Sejak diunggah Kamis (10/02/2022) kemarin, utasan ini telah mendapatkan 13, 2 ribu likes. Banyak pengguna Twitter yang memberikan pendapat pribadi mereka soal sapaan 'Mbak'.
"Aku memanggil 'mbak' atau 'mas' untuk menghormati siapa saja ysng kukenal. Bahkan siswa saja aku panggil 'mbak' atau 'mas'," ucap seorang pengguna Twitter.
"Yang menurunkan nilai 'mbak' itu orang Jakarta, di Jawa Tengah biasa saja. Malah jadi sapaan menghormati yang lebih tua atau dituakan. Aneh-aneh orang Jakarta," ujar yang lain.
"Saya orang Jogja, memang sering panggil mbak atau mas ke orang lain. Bahkan ke yang lebih muda untuk menghormati mereka. Atasan saya di Jakarta juga saya panggil 'Mbak', biasa saja tuh. Marah tuh kalau saya panggil 'su....'," ungkap lainnya.
Kontributor : Haqia Alfariz Ramadhani