Suara.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengungkapkan bahwa realitas virtual atau VR Kakbah Masjidil Haram itu mengandung makna baik terutama bagi calon jemaah haji maupun umrah untuk bisa melihat tempat-tempat yang akan dikunjunginya nanti.
Akan tetapi, Niam menegaskan kalau dengan adanya VR tersebut, bukan berarti pelaksanaan ibadah haji atau umrah bisa dilakukan dari jarak jauh.
Sebelumnya warganet sempat heboh karena adanya ibadah haji metaverse. Ibadah haji metaverse itu maksudnya VR yang diinisiasi Pemerintah Arab Saudi supaya bisa melihat situasi di lokasi-lokasi ibadah haji ditunaikan.
"Platform itu harus dimaknai secara positif untuk memudahkan bagi calon jemaah haji dan calon jemaah umrah untuk mengeksplor lokasi-lokasi di mana nanti akan dilaksanakan aktifitas ibadah dengan mengetahui secara presisi di mana lokasi Kakbahnya," kata Niam di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Kamis (10/2/2022).
"Kemudian mulai dari mana nanti tawafnya kemudian di mana Al Mustajabah tempat-tempat mustajab, di mana makam Ibrahim, kemudian di mana Hajar Aswad kemudian di mana Rukun Yamani," sambungnya.
Kendati begitu, Niam menegaskan kalau kecanggihan teknologi tersebut bukan berarti bisa dimanfaatkan untuk menggelar ibadah haji secara sungguhan.
"Akan tetapi kalau mencukupkan diri melaksanakan ibadah melalui platform metaverse tentu itu tidak benar," tegasnya.
Pelaksanaan ibadah haji dijelaskan Niam, termasuk ke dalam aktivitas ibadah mahdhah di mana tata caranya itu bersifat ittiba yakni mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam proses ibadah haji tersebut terdapat sejumlah aktivitas seperti qauli atau ucapan, fi'li atau perbuatan, kemudian tawaf hingga sa'i yang tidak bisa dilakukan secara jarak jauh.
Baca Juga: Bukan Hanya Arab Saudi, Ini 3 Negara Lain yang Merancang Kota di Metaverse
"Itu kan pekerjaan fisik dan ditempat tertentu. tempatnya ada tempat fisik bukan tempat yang virtual, tempat yang diangan-angankan atau hanya mimpi haji, mimpi haji itu enggak cukup."