Perempuan Rastafarian Dipermalukan, Baju Dilucuti dan Dibiarkan Telanjang

SiswantoBBC Suara.Com
Kamis, 10 Februari 2022 | 14:13 WIB
Perempuan Rastafarian Dipermalukan, Baju Dilucuti dan Dibiarkan Telanjang
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus seorang perempuan Rastafarian di Inggris, yang dibiarkan telanjang di penjara setelah bajunya dilucuti, menunjukkan bahwa polisi telah bertindak salah dan membutuhkan pemahaman lebih besar tentang kelompok minoritas di negara itu, kata mantan perwira senior.

Yvonne Farrell mengatakan dia "dipermalukan" karena dibiarkan duduk telanjang di penjara selama tiga jam setelah ditangkap oleh Kepolisian Hertfordshire.

Dia kemudian menggugat penangkapan yang salah itu, dan akhirnya mendapat permintaan maaf, dan uang senilai Rp874 juta sebagai kompensasi.

Kepolisian Hertfordshire mengatakan "hal itu tidak dibenarkan".

Baca Juga: Parlemen Australia Minta Maaf pada Korban Pelecehan Seksual

Sir Peter Fahy, mantan kepala Kepolisian Greater Manchester, mengatakan petugas perlu diberi bekal untuk menghadapi masyarakat yang kompleks, beragam, dengan harapan dan akuntabilitas yang jauh lebih tinggi.

"Perlu ada pemeriksaan yang lebih luas tentang bagaimana struktur dan praktik kerja saat ini membentuk budaya polisi dan bagaimana kaum minoritas - sayangnya kebanyakan perempuan - diperlakukan," katanya kepada BBC.

Baca juga:

Farrell ditangkap saat sedang duduk di mobil milik pasangannya di Stevenage, ketika sebuah truk derek tiba untuk membawanya pergi pada Agustus 2018.

Ketika dia menolak menyebutkan namanya di kantor polisi, Farrell lalu dibawa ke sel yang dilengkapi kamera CCTV untuk memantau tahanan setiap saat.

Baca Juga: Kasus Pelecehan Seksual Pelatih Futsal GJ Terkuak, Dinsos Bogor Minta Masyarakat Berani Bersuara

Dia disuruh melepas baju dan menggantinya dengan pakaian crop top dan celana hot pants yang ada di sel.

"Saya seorang wanita berusia 50 tahun lebih dan seorang Rastafarian. Apa maksud mereka memberikan pakaian itu? Saya memanggil mereka dan saya berkata, 'Dengar, ini bukan pakaian yang cocok. Saya butuh sesuatu yang panjang untuk menutupi tubuh saya'," katanya kepada BBC dalam sebuah wawancara dari rumah barunya di Karibia.

Petugas tahanan polisi dapat melucuti pakaian tahanan jika diyakini pakaian itu dapat menyebabkan cedera fisik, merusak properti, mengganggu barang bukti, atau digunakan untuk melarikan diri.

Sedangkan Farrell mengatakan petugas mengambil pakaiannya setelah dia tidak memberi tahu mereka identitasnya.

"[Mereka berkata] 'Kami tidak tahu apa-apa tentang Anda, bisa saja Anda melukai diri sendiri. Oleh sebab itu, kami akan mengambil pakaian Anda.' Itulah alasan yang mereka berikan. Itu tidak cukup baik."

Farrell mengatakan petugas seharusnya menghormati agamanya, yang menyatakan bahwa perempuan Rasta harus berpakaian sopan, dan memberinya pakaian yang pantas.

"Bisa saja saya perempuan Yahudi atau perempuan Muslim. Bagi saya itu terlihat seperti pakaian remaja. Itu hanya menunjukkan bahwa mereka ingin mempermalukan saya dan mereka memang mempermalukan saya," katanya terkait baju di dalam sel yang harus dipakainya itu.

Departemen standar profesional Kepolisian Hertfordshire awalnya menolak keluhan Farrell. Dia kemudian meminta bantuan pengacara Iain Gould, yang memiliki spesialisasi menggugat polisi.

Pihak kepolisian kemudian meminta maaf atas perlakuan mereka terhadap Farell dan setuju untuk membayar ganti rugi snilai Rp874 juta. Namun, itu tidak menjawab klaimnya bahwa dia dipaksa untuk menanggalkan pakaiannya.

Dalam sebuah surat, Kepala Polisi Con Michelle Dunn mengatakan: "Saya menerima bahwa Anda seharusnya tidak ditangkap.

"Saya sangat menyesal atas luka yang Anda derita sebagai akibat dari tindakan Kepolisian Hertfordshire. Dalam hal ini kami salah. Saya meminta maaf tanpa syarat."


Gould mengatakan dia sering menemukan contoh polisi yang menyalahgunakan wewenang menggeledah seseorang dengan melucuti pakaiannya, karena banyak kliennya masuk tahanan menyusul dugaan penangkapan yang melanggar hukum dan mereka tidak mau memberi rincian identitas pribadinya sebagai bentuk protes atas penahanan itu.

"Menanggapi hal ini, polisi sering menerapkan penggeledahan seperti itu untuk menegakkan kepatuhan seseorang melalui tindakan degradasi dan penghinaan secara fisik," katanya.

"Menurut pendapat saya, itu adalah bentuk penyiksaan tingkat rendah, yang sengaja diterapkan dalam banyak kasus, bukan untuk menjaga keselamatan seorang tahanan, tetapi untuk mematahkan semangat mereka."

Dal Babu, mantan inspektur kepala Polisi Metropolitan yang dikenal sebagai salah satu perwira berdarah Asia paling senior di Inggris, mengatakan hal itu tampaknya merupakan "daftar kesalahan" polisi.

"Perlakuan terhadap seorang perempuan Rastafarian yang ditelanjangi, tanpa memikirkan kepekaan budaya adalah perilaku yang salah. Kegagalan penyelidikan internal Kepolisian Hertfordshire menunjukkan perlunya polisi untuk memahami kebutuhan keagamaan masyarakat."

Farrell kini pindah ke Karibia akibat pengalaman tersebut.

"Saya tidak akan pernah bisa menjalin hubungan dengan seorang petugas polisi. Saya tidak akan pernah bisa berhubungan dengan mereka karena saya akan selalu mengingat apa yang telah mereka lakukan kepada saya. Dan mereka masih ingin melepaskan diri dari hal itu. Ini menyakitkan."

Kepolisian Hertfordshire mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Perlakuan yang adil terhadap orang-orang yang ditahan di ruang tahanan Hertfordshire sangat penting. Setelah meninjau situasinya, kami menerima bahwa, sayangnya, kami tidak melakukan semua hal dengan benar pada kesempatan itu, empat tahun lalu.

Kami rutin berkomunikasi dengan tim hukum pelapor dan seluruh anggota setuju untuk menyelesaikan masalah tersebut sebagai pengakuan atas ketidaknyamanan yang disebabkan. Masalah itu diselesaikan secara damai."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI