Suara.com - Proyek Bendungan Bener diklaim menjadi bendungan tertinggi di Indonesia dan menjadi tertinggi kedua di Asia Tenggara. Namun, proyek itu justru menuai konflik agraria hingga menyeret nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Simak berikut profil Bendungan Bener.
Proyek pembangunan Bendungan Bener ditolak oleh warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Mereka menolak tanah mereka diambil untuk pembangunan Bendungan Bener. Bahkan, sebanyak 64 warga Desa Wadas sempat ditangkap karena dituduh membawa senjata tajam serta diduga akan melakukan tindakan anarkistis saat pengukuran tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Desa Wadas.
Sebanyak 64 warga tersebut akhirnya dibebaskan usai ditangkap polisi pada Selasa (8/2/2022). Seperti apa profil Bendungan Bener, dan bagaimana kronologi penolakan pembangunannya?
Profil Bendungan Bener
Bendungan Bener menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Bendungan Bener diperkirakan akan mengairi lahan pertanian seluas 15.069 hektar dan mengurangi debit banjir sebesar 210 m3/detik. Sementara itu, untuk kapasitas tampungan air mencapai 100,94 juta meter kubik.
Selain mengairi lahan, Bendungan Bener juga diproyeksikan memiliki fungsi sebagai penyedia air baku untuk keperluan rumah tangga, kota, dan industri sebesar 1.500 liter/detik ke 10 kecamatan di Kabupaten Purworejo, 3 kecamatan di Kabupaten Kebumen, hingga 2 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.
Bendungan Bener ini juga akan difungsikan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) karena dapat menyuplai energi listrik sebesar 6 megawatt (MW). Tidak hanya itu saja, Bendungan Bener juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata karena berlokasi di antara dua bukit serta pengembangan sektor perikanan.
Kronologi Penolakan Pembangunan Proyek Bendungan Bener oleh Warga Desa Wadas
Mengutip dari laman LBH Yogyakarta, masyarakat Desa Wadas membentuk paguyuban bernama Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas atau GEMPA DEWA. Paguyuban tersebut didirikan dengan tujuan untuk menolak wilayah yang akan diambil tanahnya untuk membangun bendungan di mana sudah ditetapkan di dalam AMDAL.
Baca Juga: Sejauhmana Masalah di Desa Wadas Mempengaruhi Elektabilitas Ganjar Pranowo Jelang 2024?
Menurut GEMPA DEWA, warga tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan AMDAL tersebut. Padahal Desa Wadas menjadi salah satu desa yang terkena dampak dengan adanya pembangunan bendungan. Warga menolak untuk diambil lahannya karena sistem ganti rugi yang diberikan pemerintah dinilai akan berdampak kemiskinan dalam masa mendatang.
BERITA TERKAIT
Ganjar Pranowo: untuk Suara.com Selamat Ulang Tahun yang ke-11, Tetap Kritis dan Mencerdaskan!
11 Maret 2025 | 17:45 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI