Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut peran tersangka Apif Firmansyah dalam membantu dan menjadi orang kepercayaan Zumi Zola selama menjabat sebagai Gubernur Jambi.
Keterangan itu digali penyidik KPK setelah memeriksa Bupati Tanjung Jabung Timur, H Romi Haryanto sebagai saksi dalam kasus korupsi Pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018 atau yang biasa disebut kasus uang 'ketok palu'.
Dalam kasus ini, Zumi Zola sudah menjadi terpidana dan tengah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung.
"Dikonfirmasi antara lain terkait keikutsertaan tersangka AF (Apif Firmansyah) sebagai salah satu tim sukses dan orang kepercayaan dari Zumi Zola selama menjabat selaku Bupati hingga menjabat Gubernur Jambi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Kamis (10/2/2022).
Sementara itu, Hanna Fransisca, saksi pihak swasta dan seorang ibu rumah tangga bernama Dana Indriyana Heumasse berprofesi juga turut diperiksa KPK mengenai sejumlah aliran uang yang dikelola tersangka Apif.
"Keduanya hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang yang dikelola oleh tersangka AF (Apif Firmansyah)," imbuhnya.
Sebelumnya, Apif Firmansyah telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan hasil pengembangan kasus korupsi yang sudah terlebih dahulu menjerat mantan Gubernur Jambi Zumi Zola.
Penyidikan terhadap tersangka Apif dilakukan sejak bulan Juni 2021. Apif juga diketahui sebagai orang kepercayaan Zumi Zola. Dalam kasus ini, Apif berperan mengumpulkan uang dari fee proyek di Prov Jambi tersebut untuk keperluan Zumi Zola dan keluarga.
Total uang fee yang dikumpulkan Apif mencapai Rp 46 miliar. Sebagian uang tersebut pun dibagikan kepada anggota DPRD Jambi terkait uang ketok palu pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017 atas perintah Zumi Zola.
Baca Juga: Kasus Gugatan Pembubaran PT SGP Mulai Didalami KPK, Seorang PNS Diperiksa
Dari sebagian uang fee proyek tersebut Apif mendapatkan sebesar Rp 6 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.