Tindakan terhadap Warga Desa Wadas Dapat Kritik Keras, Mahfud Sebut Langkah Polisi Sudah Sesuai Prosedur

Siswanto Suara.Com
Rabu, 09 Februari 2022 | 13:24 WIB
Tindakan terhadap Warga Desa Wadas Dapat Kritik Keras, Mahfud Sebut Langkah Polisi Sudah Sesuai Prosedur
Belasan personel Polres Purworejo berpatroli di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Rabu (22/9/2021). [Dok. Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas-Gempa Dewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Puluhan warga Desa Wadas di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang menolak penambangan batu andesit untuk Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener ditangkap anggota Polres Purworejo.

Pengacara warga Julian Duwi mengatakan sampai pagi tadi "mereka belum dibebaskan dan kami masih berupaya gimana caranya karena mereka nggak melakukan tindak pidana dapat lepas. Karena kalau misalnya kita mau lihat prosedur 1x24 jam kalau nggak ada juga tindak pidana harusnya dilepas semua."

Tim pengacara menyebut mereka tidak diberi akses untuk bertemu warga, alasannya, di antaranya ada salah satu warga yang positif Covid-19.

Julian juga menyebut saat ini sulit untuk mendapatkan akses telekomunikasi di Desa Wadas.

Baca Juga: LPSK Siap Berikan Perlindungan, Warga Wadas yang Menjadi Korban Kekerasan Polisi Diminta Melapor

Sejumlah politikus menilai tindakan aparat keamanan dalam menangani warga Desa Wadas berlebihan. 

Pengerahan ratusan aparat ke Desa Wadas, mengingatkan politikus PPP Arsul Sani pada zaman Orde Baru, misalnya ketika menangani warga yang menolak proyek pembangunan Waduk Kedungombo.

"Ini kok kayak mengulang cara-cara aparatur keamanan dalam menangani pembangunan Waduk Kedungombo zaman Orde Baru dulu," kata Arsul, Rabu (9/2/2022).

Seharusnya, kata Arsul, pemerintah mengedepankan pendekatan-pendeketan informal ketimbang pengerahan aparat.

Pendekatan keadilan restoratif atau restoratif justice, menurut Arsul, seharusnya yang diutamakan.

Baca Juga: Warganet Ungkap Soal Fakta-fakta Konflik Desa Wadas: Tidak Pernah Disampaikan Aktivis

"Selanjutnya aparat menginisiasi pertemuan-pertemuan dengan warga, namun tetap memperhatikan prokes. Warga diajak berdialog dari hati ke hati, setelah mereka bisa menerima maka pengukuran pun dilakukan tanpa perlu pengerahan," kata Arsul.

Pengerahan ratusan aparat, menurut Arsul, justru menimbulkan tanda tanya.

"Memangnya ada ancaman terorisme atau kerusuhan sosial di Desa Wadas itu sehingga sampai perlu dikerahkan ratusan aparatur?"

Politikus Gerindra Fadli Zon juga mengkritik langkah kepolisian. Dia menyebut polisi menggunakan cara represif dalam menangani masyarakat.

"Cara-cara represif kepada rakyat seperti ini masih dipertontonkan dengan keangkuhan kekuasaan," kata Fadli melalui akun Twitter @fadlizon.

Lantas Fadli Zon mempertanyakan rencana pembangunan Bendungan Bener untuk kepentingan siapa.

"Sebenarnya pembangunan ini untuk siapa? Padahal bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya seharusnya untuk sebesar-sebesar kemakmuran rakyat (perintah konstitusi)," kata dia.

Tapi menurut Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, aparat sudah bertindak sesuai prosedur.

"Sampai saat ini kita proses cooling down dulu. Polisi sudah bertindak sesuai prosedur untuk menjamin keamanan masyarakat," ujar Mahfud.

Mahfud menyebut tidak ada tindakan kekerasan dan penembakan terhadap warga Desa Wadas yang dilakukan aparat kepolisian

"Polisi sudah bertindak atas permintaan untuk pengawalan dan menjaga masyarakat agar tidak terjebak konflik horizontal dan terprovokasi antar sesana masyarakat," tutur Mahfud.

Bambang Rukminto dari Institute for Security and Strategic Studies menyebut tindakan aparat kepolisian kontradiktif dengan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mengatakan ingin mewujudkan Polri yang humanis dan dicintai masyarakat.

Merespons reaksi warga Desa Wadas, menurut dia, seharusnya dengan dengan upaya persuasif, bukan represif melalui cara pemaksaan.

Langkah kepolisian juga mengingatkan Bambang pada apa yang terjadi pada zaman Orde Baru.

"Ini mengingatkan kita pada cara-cara Orde Baru dalam melakukan pembangunan Waduk Kedungombo yang juga ada di Jawa Tengah 30 tahun silam," katanya.

Bambang menekankan tindakan intimidatif dan represif tidak dapat dibenarkan atas nama apapun.

Tindakan semacam itu, menurut dia, hanya menunjukkan arogansi kekuasaan.

"Bantuan pengamanan oleh aparat kepolisian tentunya dibenarkan oleh undang-undang. Tetapi harus tetap pada koridor dan SOP yang ketat," kata Bambang.

"Pertanyaannya, siapa dulu yang memprovokasi warga? Apakah sudah ada upaya persuasif lebih dulu?

Mengapa harus ada penangkapan-penangkapa warga? Ini yang harus dijelaskan oleh aparat dengan transparan." [rangkuman laporan Suara.com]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI