Suara.com - Sebanyak 45 tokoh, termasuk Din Syamsuddin menjadi inisiator petisi Ibu Kota Negara (IKN). Petisi itu berjudul "Dukung Suara Rakyat: Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota".
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, politisi PDIP Ruhut Sitompul memberikan tanggapan. Ia mengaku tidak mempermasalahkan ada sebagian pihak yang menolak pembangunan Ibu Kota baru.
Namun, ia mengingatkan bahwa rencana pembangunan IKN sudah memiliki dasar hukum yang jelas.
"Kalian mau nolak silahkan, Aku hanya mengingatkan Dasar Hukumnya jelas sudah dan terang benderang dengan UU mau apalagi ?," kata Ruhut dikutip dari akun Twitternya @ruhutsitompul, Senin (7/2/2022).
Baca Juga: Incar Posisi Utama Timnas U-23, Beckham Putra Mau Ikuti Jejak Sang Kakak Jadi Juara Piala AFF
Ruhut meminta kepada 45 tokoh itu untuk tidak coba-coba membuat kegaduhan di Tanah air.
"Jangan coba-coba bikin gaduh Indonesia Negara Hukum tolong jangan sembunyi dengan alasan Demokrasi MERDEKA," ujarnya.
Diketahui, sebanyak 45 tokoh menjadi inisiator petisi tersebut. Mereka yang terlibat yaitu, Prof Sri Edi Swasono, Prof Azyumardi Azra, Prof Din Syamsuddin, Anwar Hafid, Prof Nurhayati Djamas, Prof Daniel Mohammad Rasyied, Mayjen Purn Deddy Budiman, Prof Busyro Muqodas, Faisal Basri, Prof Didin S. Damanhuri, Prof Widi Agus Pratikto, Prof Rochmat Wahab.
Petisi berjudul "Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota negara" itu diprakarsai oleh Narasi Institute dan digalang melalui situs change.org. Petisi tersebut ditujukan ke Presiden Jokowi, DPR, DPD dan MK.
Dalam petisi tersebut, para tokoh dalam petisi itu mendorong pemerintah untuk fokus menangani varian baru Covid-19 Omicron yang membutuhkan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Baca Juga: Timnas Indonesia Ditantang Bangladesh dalam Laga Uji Coba FIFA Matchday Maret 2022
Mereka juga meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pembangunan IKN. Sebab, Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar di atas 3 persen, dan pendapatan negara yang turun.
Sementara, infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak dibiarkan telantar, dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara.
"Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut," tulis petisi tersebut.