Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menggelar konsultasi publik dengan Forum Pengada Layanan (FPL).
Konsultasi publik tersebut usai dirinya melakukan rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga (K/L) terkait penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Bintang menjelaskan dialog dengan FPL pada 5 Februari 2022, merupakan upaya menghimpun berbagai masukan yang lebih komprehensif dan mempercepat penyempurnaan DIM RUU TPKS, khususnya terkait mekanisme penyelenggaraan layanan terpadu korban kekerasan seksual.
"KemenPPPA adalah sebagai leading sector dalam penyusunan DIM RUU TPKS, baik DPR, pemerintah, dan teman-teman Forum Pengada Layanan, para pendamping dari akademisi, dan jaringan masyarakat sipil, pada intinya kita punya semangat yang sama untuk mengawal RUU ini dan bisa mengakomodasi masukan berbagai pihak untuk penyempurnaan DIM pemerintah. Kita ingin menyamakan persepsi terkait penyelenggaraan layanan terpadu," ujar Bintang dalam keterangannya, Senin (7/8/2022).
Baca Juga: Dukung Masuknya Dana Bantuan Dalam RUU TPKS, IJCR: Untuk Pemulihan Korban Kekerasan Seksual
Bintang menambahkan dalam penyempurnaan DIM RUU TPKS membutuhkan pemahaman dan semangat yang sama oleh berbagai pihak.
Kata dia, mengesampingkan ego masing-masing dengan tujuan terbaik yang ingin dicapai yakni memberikan kepentingan terbaik bagi korban.
"RUU ini sudah sangat dibutuhkan, dinanti-nantikan. Ini kesempatan yang bagus untuk kita mengawal jangan ada hak-hak korban yang terabaikan atau tertinggalkan. Kita harus dengarkan semua lini sehingga kita bisa menyempurnakan dan memaksimalkan hasilnya nanti memberikan kepentingan terbaik bagi korban," papar dia.
"Makanya kehadiran teman-teman yang selama ini mendampingi korban dan keluarga korban ini akan menjadi penting kita dengarkan dalam hal penyempurnaan DIM pemerintah," sambungnya.
Bintang menuturkan di samping kecepatan, ketepatan dalam penyusunan DIM pemerintah, menjadi penting. Hal ini ditegaskan Bintang menyusul berbagai masukan yang diterima terkait waktu penyelesaian DIM tersebut.
Baca Juga: Pemahaman Perspektif Gender di RUU TPKS Harus Ubah Perspektif Masyarakat
Dalam rapat konsultasi publik KemenPPPA bersama Forum Pengada Layanan hadir di antaranya LBH Apik, Yayasan Pulih, LBH Keadilan, dan masyarakat sipil perwakilan tim advokasi RUU TPKS FPL, serta pejabat di lingkungan KemenPPPA.
Masukan yang diterima antara lain menyinggung terkait penanganan kekerasan seksual yang mensyaratkan tersedianya layanan bagi korban yang bersifat sinergis dan terpadu.
Tanpa layanan yang efektif kepentingan terbaik korban sulit dicapai, misalnya korban mendapatkan stigma negatif, dalam berbagai kasus korban bisa menjadi tersangka.
Ketika korban melapor, justru malah dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik. Hal-hal tersebut diharapkan dapat dicegah melalui RUU TPKS.
"Concern-nya cuma satu, semua korban kekerasan tertangani dan harus ada yang mengkoordinasikan di wilayah. Kita dorong sekarang sistem peradilan pidana terpadu, fungsi koordinasi penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Oleh karena itu, kita meminta pada pasal ini dapat diperbaiki," ujar Koordinator Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan, Veni Siregar.
Dialog juga membahas tentang layanan terpadu yang standar, antara lain menyangkut kualitas tenaga layanan, penganggaran dan kebijakan layanan visum.
Usulan lainnya menyangkut pelibatan lembaga layanan yang sudah banyak bekerja di tengah masyarakat dan tersebar di berbagai tempat. Keberadaan lembaga layanan dan relawan dapat membantu pemerintah menjangkau korban.
"Mungkin ke depan misalnya bisa teridentifikasi lembaga-lembaga layanan yang memang sungguh-sungguh menangani, serius, itu bisa dilihat juga catatan tahun sebelumnya seperti apa (penanganan kasus) jadi pemerintah mendukung berdasarkan data itu. Selain itu, untuk pelayanan terpadu antar berbagai lembaga juga sangat penting bukan hanya dapat tapi harus berkoordinasi," jelas anggota FPL Surabaya, Triwiyati.
Di akhir rapat, Bintang menyampaikan terima kasih atas kerja-kerja pendampingan dan pengalaman FPL dalam mendampingi korban kekerasan yang dapat menjadi bahan pengayaan dan penajaman dalam DIM pemerintah.
Bintang juga memastikan akan berupaya mengakomodasi segala masukan dan pandangan yang disampaikan.
Terkait bab yang banyak mendapat sorotan dan masukan, Bintang menerangkan jika DIM DPR sebelumnya dengan DIM Pemerintah akan ada perbedaan.
"Kami mengapresiasi masukan yang disampaikan oleh berbagai pihak terkait penyelenggaraan layanan terpadu. Semangat teman-teman sudah sama dengan yang kami pikirkan," ujarnya.
Bintang mengungkapkan, layanan terhadap korban kekerasan seksual dalam RUU TPKS nantinya bersifat terpadu, satu atap atau one stop service.
Ia menuturkan korban cukup datang ke satu tempat dan mendapat layanan lengkap.
"Layanan satu atap ini menjadi concern kita semua sehingga penanganan korban kekerasan seksual dapat diselenggarakan secara prima dan berpihak pada kepentingan terbaik korban," jelas Bintang.
Lebih lanjut, Bintang menyebutkan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar UPTD PPA di daerah yang akan menyelenggarakan layanan terpadu dapat dipersiapkan bersamaan dengan pembahasan RUU TPKS.
"Berkoordinasi dengan K/L berupaya menyusun DIM RUU TPKS yang diselaraskan dengan berbagai aspirasi masyarakat," pungkas Menteri PPPA Bintang Puspayoga.