Suara.com - Massa buruh yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/2/2022) tidak hanya menolak pembahasan perbaikan UU Cipta Kerja. Mereka juga menuntut penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau Presidential Threshold sebesar 20 persen.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menilai besaran presidential threshold 20 persen berbahaya buat negara. Menurutnya, keberadaan presidential threshold 20 persen membuat polarisasi mengeras, berbahaya buat bangsa dan negara.
"Demi sebuah jabatan, banyak pihak yang maju terkadang menghalalkan isu-isu SARA, isu perpecahan diangkat, isu-isu kerakusan untuk menduduki jabatan sehingga terpolarisasi bahkan sampai selesainya pilpres dan pileg," kata Said.
Selain itu, presidential threshold 20 persen dinilai akan mengakibatkan politik uang semakin merajalela. Sebab menurutnya, akan memunculkan transaksional antarpartai politik dan capres dengan para bohir.
"Ini harus kita cegah bersama. Partai Buruh meminta harus menuju presidential threshold 0 persen," ungkapnya.
Selain itu, dalam aksi buruh hari ini, Said mendesak revisi Surat Keputusan Gubernur terkait dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2022 dengan tidak lagi mengacu pada UU Cipta Kerja dan aturan turunanya yaitu PP 36.
Dalam hal ini, peserta aksi meminta Pengadilan Tata Usaha Negara membatalkan SK Gubernur di seluruh Indonesia tentang upah minimum kabupaten/kota yang dinilai terlalu kecil.
Adapun aksi unjuk rasa masa buruh di depan Gedung DPR RI sudah membubarkan diri. Massa buruh menggelar aksi hanya sampai pukul 14.00 WIB.