Suara.com - Mantan tahanan politik Papua, Ambrosius Mulait menilai Polda Papua telah melakukan diskriminasi terhadap orang Papua melalui trailer film berjudul Si Tikam Polisi Noken.
Ambrosius mengatakan, film tersebut menunjukkan seolah-olah polisi datang sebagai pahlawan bagi orang Papua, padahal kenyataannya bertolak belakang.
"Film ini hanya menggambarkan seolah-olah Aparat TNI-Polri selama ini menjadi pahlawan di tanah Papua, dan menutup mata terhadap pelanggaran HAM terhadap orang asli Papua yang banyak menimbulkan banyak korban jiwa dan belum dituntaskan oleh negara," kata Ambrosius kepada Suara.com, Senin (6/2/2022).
Dia mengungkit kasus rasisme terhadap mahasiswa di asrama Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang tahun 2019 yang bermula dari ulah para aparat bersama organisasi masyarakat.
Lalu perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Obby Kogoya di depan asrama Papua di Yogyakarta pada 2016 yang kepalanya diinjak aparat.
Kemudian kasus Biak Berdarah 1998, kasus Wasior Berdarah 2001, kasus Wamena Berdarah 2003, hingga Kasus Paniai Berdarah 2014.
"Film ini menunjukan watak aparat dalam memandang problem papua yang kaku, sebab selama ini orang papua mengalami banyak diskriminasi dilakukan oleh aparat itu sendiri," tegasnya.
Oleh sebab itu, Ambrosius mendesak film Si Tikam Polisi Noken tidak ditayangkan karena mengandung unsur rasisme terhadap orang Papua.
"Gaya superior aparat maupun pemerintah Jokowi selama ini terlihat dengan jelas melalui film ini, Kapolda Papua harus segera meminta maaf kepada orang Papua, dan penghentian pemutaran film rasis tersebut," tutup Ambrosius.
Diketahui, Polisi membuat film berjudul Si Tikam Polisi Noken, film ini menuai kritik karena diduga mengandung unsur rasisme terhadap orang Papua yang digambarkan sebagai suku yang primitif dan radikal.