Siapa Munira Mirza, Otak di Balik PM Inggris yang Pernah Membelanya

SiswantoBBC Suara.Com
Minggu, 06 Februari 2022 | 13:58 WIB
Siapa Munira Mirza, Otak di Balik PM Inggris yang Pernah Membelanya
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Munira Mirza, salah satu penasihat terdekat Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengundurkan diri dari jabatannya. Dia menyalahkan apa yang disebutnya sebagai serangan keji oleh Boris terhadap pemimpin Partai Buruh, Sir Keir Starmer.

Tapi siapa sebenarnya Mirza?

Selama 14 tahun terakhir Munira Mirza selalu berada di sisi Boris Johnson. Dia sudah menjadi penasihat Boris saat sang perdana menteri menghadapi sejumlah polemik saat masih berstatus Wali Kota London.

Mirza juga berada dalam posisi itu saat Boris menjadi juru kampanye Brexit dan menteri luar negeri. Dia bukan hanya memberikan nasihat, tapi juga bersedia dan mampu menggugat opini maupun keputusan atasannya itu.

Baca Juga: Hadiri Pesta Saat Inggris Lockdown, PM Inggris Boris Johnson Minta Maaf

Baca juga:

Mirza terkadang dikenal sebagai "otak Boris". Rekam jejaknya jauh dari Partai Konservatif. Dia bahkan pernah menjadi aktivis komunis.

Orang tua perempuan berusia 43 tahun ini merupakan pekerja pabrik. Dia tumbuh dewasa di Oldham. Profil Mirza sangat bertolak belakang dengan Boris yang berasal dari keluarga kelas atas.

Seperti kebanyakan penasihat, Mirza jarang terlihat di depan umum. Namun pada tahun 2018 dia menulis artikel berisi pembelaan untuk Johnson. Kala itu Boris memicu kontroversi karena menyebut perempuan Muslim yang mengenakan burkak "terlihat seperti kotak surat". Boris saat itu dituduh menyebarkan Islamofobia.

"Dia tahu jauh lebih banyak tentang Islam dan budaya Islam daripada kebanyakan politisi yang sekarang berbaris untuk menyerangnya," ujar Mirza dalam tulisannya yang terbit di situs Conservative Home.

Baca Juga: Boris Johnson: Setidaknya Ada Satu Kasus Kematian akibat Varian Omicron di Inggris

Walau begitu, Mirza tidak menanggap perlu membuat pembelaan setelah Boris menyerang Sir Keir Starmer dalam forum di Majelis Rendah pekan lalu.

"Itu bukan perdebatan politik yang biasa. Yang dilotarkannya adalah referensi yang tidak pantas dan partisan untuk kasus pelecehan seksual terhadap anak yang menghebohkan," kata Mirza dalam surat pengunduran dirinya yang diterbitkan di majalah Spectator.

'Sangat sedih'

Mirza yang tampaknya masih menyimpan kekagumannya terhadap Boris kini menghadapi kekecewaan.

"Anda adalah pria yang lebih baik daripada yang akan dipahami oleh banyak pengkritik Anda, itulah sebabnya sangat menyedihkan bahwa Anda mengecewakan diri sendiri dengan membuat tuduhan keji terhadap pemimpin oposisi," tulis Mirza.

Mirza diketahui lebih dekat dengan Boris ketimbang pejabat senior lain yang belakangan juga mengundurkan diri dari pemerintahan sang perdana menteri.

Pengunduran diri tersebut terjadi di tengah kehebohan yang sedang berlangsung terkait pesta yang diadakan dan dihadiri Boris selama masa karantina wilayah.

Mereka yang mundur adalah Direktur Komunikasi, Jack Doyle; Kepala Staf, Dan Rosenfield; Penasihat Kebijakan, Elena Narozanski; dan Sekretaris Kabinet, Martin Reynolds.

Narozanski, seorang pakar pendidikan dan petinju amatir, terlibat dalam proyek sekolah ketika Johnson menjabat Wali Kota London. Dia juga sekutu dekat Mirza.

Untuk seorang politikus yang sering dianggap enggan dikaitkan dengan orang lain, terlepas dari kepribadiannya yang suka cerewet, pengunduran diri Mirza merupakan kerugian besar bagi Boris.

Sosok yang dapat mengeluarkan opini independen kini hilang dari Downing Street yang terkadang agak tertutup.

Mirza lahir pada tahun 1978. Orang tuanya yang datang ke Inggris dari Pakistan.

Mirza mengenyam pendidikan di sekolah komprehensif yang menerapkan gabungan kurikulum sebelum akhirnya mendapatkan gelar sarjana Bahasa Inggris di Universitas Oxford.

Pada masa perkuliahannya, dia bergabung dengan Partai Komunis Revolusioner. Namun selama usia dua puluhan, dia mengalami transformasi ideologis. Mirza disebut frustrasi dengan apa yang dia pikir sebagai minimnya pemikiran bebas di gerakan sayap kiri.

Setelah meraih gelar doktor dalam ilmu sosiologi di University of Kent, Mirza kemudian bekerja untuk Policy Exchange, sebuah lembaga pemikir yang didirikan oleh politikus konservatif, yaitu Michael Gove, Francis Maude dan Nick Boles.

'Terlambat bagiku'

Kemandirian intelektual Mirza menarik perhatian Boris. Dia duduk sebagai penasihat urusan seni ketika Boris menjadi Wali kota London. Jabatan itu diraih Mirza usai berkontribusi untuk Galeri Tate dan Royal Society of Art.

Dari situ, Mirza kemudian dipromosikan menjadi Wakil Wali Kota London yang membidangi pendidikan dan kebudayaan.

Mirza sejak saat itu terus menjadi bagian dari pemerintahan Boris. Dia diserahi jabatan kepala unit kebijakan ketika Boris menjadi perdana menteri pada tahun 2019.

Mirza terlibat dalam manifesto yang membantu Partai Konservatif meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum akhir tahun 2019.

Ketika itu Partai Konservatif memenangkan banyak kursi di daerah yang sebelumnya dikuasai Partai Buruh, yakni di kawasan Inggris utara dan Midlands.

Mereka saat itu berjanji menuntaskan Brexit, menaikkan level Inggris, dan mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk ke sistem kesehatan, kepolisian, dan sekolah.

Lebih dari dua tahun setelah puncak politik yang luar biasa itu, Mirza meninggalkan Downing Street, bukan kemarahan, tapi penyesalan dan frustrasi atas pernyataan Boris terhadap Sir Keir.

"Saya menghargai bahwa budaya politik kita tidak memaafkan ketika orang meminta maaf," tulisnya dalam surat pengunduran dirinya.

"Namun terlepas dari itu, pernyataan tersebut adalah hal yang benar untuk dilakukan. Meminta maaf belum terlambat untuk Anda, tapi saya minta maaf, itu sudah terlambat bagi saya," kata Mirza.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI