Dari data yang dihimpun FPR, WFC akan memakan lahan seluas 111,18 hektar di sepanjang pesisir Bulukumba, Kecamatan Ujung Bulu yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Bulukumba yang meliputi empat kelurahan yakni Bintarore, Kasimpureng, Bentenge, Terang-terang, dan Ela-ela.
"Dengan demikian, penggusuran di Pantai Merpati saat ini menjadi permulaan pembangunan proyek yang lebih besar sebagaimana perencanaan WFC," tegas Rudi.
Rudi menambahkan, masyarakat akan mengalami dampak yang lebih luas lagi, utamanya menyasar petani rumput laut, nelayan tradisional, papuka’, palanra, patude-tude, dan lain-lain. Kata dia, penggusuran semacam inu kerap terjadi, bahkan terus meningkat di berbagai daerah di Indonesia karena sistem pembangunan yang tidak demokratis bagi rakyat.
Oleh karena itu, FPR mengecam tindakan penggusuran dan menuntut agar Pemkab Bulukumba segera bertanggung jawab atas kerugian yang dialami masyarakat yang telah digusur.
Rudi menegaskan, Pemkab Bulukumba seharusnya memberikan perhatian lebih serius dalam membantu kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan akibat krisis ekonomi dan pandemi Covid-19.
"Pembangunan di Pantai Merpati seharusnya menjadi cara untuk mengintegrasikan nelayan dan masyarakat pesisir dalam pembangunan di Bulukumba," papar Rudi.
Lebih lanjut, FPR berpendapat jika Pemkab Bulukumba seharusnya mendukung masyarakat di lokasi pembangunan dan sekitarnya agar menjadi tenaga produktif untuk kesuksesan rencana pembangunan baik untuk kuliner, wisata, perdagangan, hingga perikanan.
"Hal ini hanya bisa dilakukan jika pemerintah membuka dialog yang lebih luas dan komprehensif dengan masyarakat, bukan mengedepankan tindakan represif dan penggusuran."