Suara.com - Ekonom senior Faisal Basri menyebut harga minyak melonjak lantaran ulah pemerintah sendiri.
Dikutip dari makassar.terkini--jaringan Suara.com, hal tersebut dia jelaskan pada sebuah blog pribadiya.
Faisal memberikan penjelasan, beberapa pihak yang menuduh harga minyak melonjak karena ulah pengusaha.
Selain itu, faktor ekspor juga bukan menjadi penyebab kenaikan harga minyak goreng.
Baca Juga: Pemerintahan Jokowi Diprediksi Ambruk Sebelum 2024, Politisi PKS: Ini Peringatan
"Kenaikan sangat tipis volume ekspor walaupun terjadi lonjakan harga beriringan dengan penurunan produksi CPO dari 47,03 juta ton tahun 2020 menjadi 46,89 juta ton tahun 2021," jelasnya, seperti dikutip dari makassar.terkini--jaringan Suara.com, Jumat (4/2/2022).
Faisal mengatakan, harga minyak melonjak lantaran adanya pergeseran besar dalam konsumsi CPO di dalam negeri.
Dahulu, penggunaan CPO yang sangat dominan di dalam negeri adalah industri pangan.
Namun, sejak pemerintah menerapkan kebijakan mandatori biodesel, alokasi CPO untuk campuran solar mulai naik.
"Peningkatan tajam terjadi pada tahun 2020 dengan diterapkannya Program B20 (20 persen kandungan CPO dalam minyak biosolar). Akibatnya, konsumsi CPO untuk biodiesel naik tajam dari 5,83 juta ton tahun 2019 menjadi 7,23 ton tahun 2020 atau kenaikan sebesar 24 persen," bebernya.
Baca Juga: Dua Warga Kabupaten Pacitan Terpapar Omicron
"Sebaliknya, konsumsi CPO untuk industri pangan turun dari 9,86 juta ton tahun 2019 menjadi 8,42 juta ton tahun 2020," imbuhnya.
Perlu diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) baru untuk produk minyak goreng.
Harga minyak goreng Rp 14 ribu mulai Selasa (1/2/2022) sudah tidak berlaku lagi.
Adapun HET minyak goreng dikategorikan ke beberapa bentuk yang diantaranya:
- Minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter,
- Minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter
- Minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.