"Jika duet ini digarap dengan baik, bisa saja duet Anies-AHY mengulang kemenangan SBY-JK sebagaimana terjadi di Pemilu 2004 lalu," ujarnya.

Lebih lanjut, berdasarkan riset yang saat ini sedang dijalankan oleh Institute for Democracy & Strategic Affairs (IndoStrategic) tentang kekuatan politik yang dimunculkan oleh 'public mood', hipotesa menunjukkan 'public mood' politik rakyat di 2024 mendatang mengharapkan perubahan.
"Dalam konteks ini, duet Anies-AHY bisa membangun gelombang kekuatan yang menjadi sisi beda dari pemerintahan sekarang, yang dinilai sejumlah kalangan sering meng-ignore suara rakyat. Tim sukses pasangan Anies-AHY bisa menggarap fenomena perlawanan rakyat dalam pernolakan UU Ciptaker, UU KPK, pembentukan BRIN, sejumlah proyek infrastruktur yang membebani fiskal negara hingga IKN," tuturnya.
Menurut Khoirul, sisi minus dari duet Anies-AHY ini adalah penguasa cenderung tidak akan senang. Menurutnya, duet ini akan ada yang menghambat.
"Penguasa yang tidak happy dengan bertemunya duet Anies-AHY bisa saja akan menggunakan segala cara untuk menghambat bersatunya dua tokoh ini. Tetapi perlu diingat, kekuatan “public mood” bisa mengubah segalanya. Karena itu, koalisi politik besar tidak menjamin pasangan Capres-Cawapres bisa menang. Hal itu dibuktikan oleh SBY-JK di Pilpres 2004 dan juga pasangan Jokowi-JK di Pilpres 2014, yang koalisi pendukungnya ternyata lebih kecil dibanding kompotitor politiknya," tandasnya.