Suara.com - Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar tidak mempersoalkan banyaknya kalangan yang ingin maupun sudah mengajukan gugatan uji materi atau judicial review Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia mengatakan, menggugat undang-undang merupakan hak warga negara.
"Memang hak konstitusional warga negara adalah mengajukan itu (uji materi)," kata Muhaimin di Kompleks Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Karena itu, Muhaimin sendiri mempersilakan masyarakat untuk melakukan gugatan. Namun yang pasti, DPR bersama pemerintah akan mempelajari gugatan-gugatan itu untuk kemudian menyiapkan argumentasi.
Baca Juga: Purnawirawan hingga Politisi Gugat UU IKN ke MK, PKS Siap Beri Masukan Jika Diminta
"Silakan saja tentu DPR dan pemerintah akan menyiapkan argumen-argumen," ujar Muhaimin.
Diketahui, sejumlah kalangan berencana mengajukan judicial review terhadap UU IKN ke MK. Merespons rencana itu, Sektetaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengatakan masih berkoordinasi dengan pemerintah.
"Kami dari DPR masih bekoordinasi dengan pemerintah dalam hal ini Sekretariat Negara juga masih membahas penyempurnaan kalau ada hal-hal yang review."
Hingga saat ini, diketahui ada 25 orang yang sudah mendaftarkan diri sebagai pemohon uji formil UU IKN. Beberapa nama yang mengajukan judicial review tersebut, yakni mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mantan anggota DPD Marwan Batubara, mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal TNI (Purn) Soenarko, artis Neno Warisman.
Sementara itu, Indra juga menanggapi masuknya nama purnawirawan jenderal dalam daftar pemohon uji formil.
Baca Juga: Purnawirawan Jenderal sampai Artis Gugat UU IKN, DPR akan Mempelajari
"Berkaiatan dengan gugatan purnawirawan harus lihat lagi secara spesifik, gugatannya seperti apa. Nanti setelah itu baru kami pelajari," kata Indra.
UU IKN bakal digugat ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai dalam prosesnya tidak transparan dan terburu-buru.
Koordinator Poros Nasional Kedaulatan Negara Marwan Batubara menyebut empat poin yang menjadi dasar gugatan. Pertama, tidak ada perencanaan yang berkesinambungan. Kedua, UU IKN diduga merupakan konspirasi DPR dan pemerintah.
Ketiga, pemerintah dan DPR tidak memperhatikan masalah efektifitas, khususnya sosiologi masyarakat di masa pandemi. Keempat, Marwan menilai, Indonesia tidak butuh UU maupun pembangunan IKN.
“Alasannya, negara lagi cekak, utang juga menggunung dan diprediksi tembus Rp 7 ribu triliun dengan bunga utang lebih dari Rp 400 triliun,” ujarnya.