Penembakan Misterius 1983-1985: Apa Masalahnya Sampai Tak Bisa Diungkap?

Siswanto Suara.Com
Kamis, 03 Februari 2022 | 16:16 WIB
Penembakan Misterius 1983-1985: Apa Masalahnya Sampai Tak Bisa Diungkap?
Ilustrasi Penembakan (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus penembakan misterius atau dikenal petrus terjadi pada 1983 sampai 1985.

Operasi yang tak dapat dilepaskan dari kebijakan rezim Orde Baru ini tujuannya untuk menangani kasus kejahatan yang marak terjadi pada waktu itu.

Selama berlangsung petrus, salah satu versi menyebutkan telah memakan korban sebanyak tiga ribu orang. Ada sejumlah versi mengenai jumlah korban.

Korban-korbannya residivis, penjahat, ada juga yang menyebut orang yang salah target.

Baca Juga: Blak-blakan! Cerita Eks Napol Orba Rebutan Tidur di Lapas hingga Jatah Nasi Cadongan

Dianggap sukses 

Operasi petrus berlangsung di berbagai daerah karena dianggap efektif untuk menangani para pelaku kejahatan pada masa itu.

"Karena operasi ini dianggap sukses, maka operasi juga dilakukuan di Jawa Tengah dan wilayah lain yang dianggap rawan," kata komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia  Beka Ulung Hapsara, Kamis (3/2/2022). 

"Jadi istilahnya menyebar dan jadi inspirasi, jadi orang ditembak, dibunuh tanpa proses pengadilan, dan menjadi inspirasi penguasa waktu itu," kata Beka.

Beka menduga jumlah korban petrus lebih dari tiga ribu orang. Itu sebabnya, dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut.

Baca Juga: Komnas HAM Ungkit Kasus Petrus hingga Tragedi 98: Jokowi Bukan Baru 2 Tahun Jabat Presiden

"Saya kira bisa jadi lebih banyak karena indentifikasinya atau kemudian penguburannya, penghilangannya itu juga sangat banyak sehingga saya yakin korbannya lebih dari tiga ribu orang," kata Beka.

Pelanggaran HAM

"Peristiwa petrus merupakan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu dan merujuk pada peristiwa yang terjadi sebelum diubahkannya UU 26 Tahun 2000," kata Beka.

Petrus disebut pelanggaran HAM berat karena melakukan penghilangan nyawa dan penyiksaan tanpa melewati proses pengadilan.

"Mereka mengalami penyiksaan, dijemput, menjadi korban penghilangan paksa dan banyak korban ditemukan dalam kondisi jenazah," kata Beka.

Sejak 2008, Komnas HAM melakukan berbagai upaya untuk menelusuri serangkaian pelanggaran HAM berat yang terjadi di era Orde Baru, di antaranya petrus.

Sebanyak 115 orang yang dianggap memiliki kaitan dengan kasus petrus dimintai keterangan. Rinciannya, 95 saksi, 14 saksi korban, dua saksi aparat sipil, dua purnawirawan TNI, dan dua purnawirawan polisi.

Komnas HAM juga mempelajari sejumlah tempat kejadian perkara, di antaranya di Yogyakarta, Bali, dan Cilacap.

Berbagai dokumen yang berkaitan juga dipelajari Komnas HAM.

Ada sejumlah kendala dalam proses penyelidikan kasus petrus yang dihadapi Komnas HAM. Di antaranya, sejumlah purnawirawan TNI dan Polri menolak untuk memberikan keterangan.

Kendala lainnya, korban diintimidasi ketika hendak memberikan keterangan di Komnas HAM.

"Kalau pun sudah berani memberikan keterangan, ada intimidasi yang membuat susah, bahkan urung memberikan keterangan," kata dia.

Macet total

Ada dua jalan yang sebenarnya bisa ditempuh untuk menyelesaikan kasus petrus.

Pertama, lewat pengadilan HAM ad hoc dan Komisi Kebenaran Rekonsiliasi -- yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

"Kedua jalan itu kini macet total," kata Beka.

Beka menyebut  para korban kasus petrus belum mendapatkan keadilan.

"Sampai saat ini korban belum mendapat keadilan , baik soal permintaan maaf, kemudian siapa yang slaah sampai sekarang belum terjadi. Dan soal pertanggung jawaban yang saat ini masih nihil," kata dia. [rangkuman laporan Suara.com]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI