Suara.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa ada alasan mengapa Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.
Melansir Terkini.id -- jaringan Suara.com, Hasto menilai alasan tersebut tidak lain karena Megawati melihat peran masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa dalam kemerdekaan sangatlah besar.
"Beliau dalam kapasitas ketika Presiden ke-5 RI mengambil momentum historis atas dasar prinsip ideologi Pancasila dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional," ujar Hasto dikutip dari Republika.co.id, Rabu 2 Februari 2022.
Hal serupa juga dilihat Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dalam melihat masyarakat Tionghoa. Dalam perspektif ideologis, banyak peran penting dari mereka dalam kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Intip 8 Potret Isi Hampers Imlek Artis, Sandra Dewi Kirim Kudapan Segar
Karenanya, cukup luar biasa peran tokoh Tionghoa dan China terhadap Indonesia. saat Megawati menjadi presiden, ditetapkanlah Imlek menjadi hari libur nasional.
"Itulah yang diletakkan Ibu Megawati Soekarnoputri dengan menetapkan hari Imlek sebagai hari libur nasional agar kita memahami seluruh khazanah kebudayaan kita yang terbentuk bukan tunggal, tetapi sangat heterogen dan membentuk satu watak," tambah Hasto.
Namun, pernyataan Hasto ini mendapat pertentangan dari salah satu Nahdliyin, Umar Hasibuan. Umar nampak tidak sependapat dengan pernyataan Hasto. Ia, kemudian memberikan sindirian bernuansa satire.
"Bung Hasto gak sekalian Tugu Pancoran, monas dan Taman Mini andil bu Megawati yang bangun," cuit Umar melalui akun Twitternya @Umarhsb_Chelsea, Rabu (2/2/2022).
Berkaca pada sejarahnya, penetapan Imlek sebagai salah satu hari libur di Indonesia berlangsung pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, tepatnya pada 9 April 2001.
Baca Juga: Megawati Diingatkan Lihat Rekam Jejak Ahok, Pengamat: Bisa jadi Demo Penolakan Akan Muncul
Hal ini merupakan sebuah keputusan revolusioner mengingat di era pemerintahan sebelumnya, yakni masa Orde Baru, perayaan Imlek di tempat-tempat umum dilarang. Selama lebih dari 30 tahun, yakni 1968-1999, umat Konghucu Indonesia melaksanakan perayaan Tahun Baru Cina tidak secara terbuka.
Ketetapan ini dituangkan dalam Instruksi Preisden atau Inpres 14 tahun 1967.
Mersepon hal tersebut, Presiden Gus Dur kemudian mencabut Inpres tersebut, dan mengeluarkan Ketetapan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000.
Keppres ini kemudian menjadi pintuk awal umat Konghuchu di Indonesia bisa memeroleh kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, serta adat istiadat mereka, termasuk upacara keagamaan seperti imlek secara terbuka.
Kemudian, Gus Dur menindaklanjuti keputusannya dengan menetapkan Ilmlek sebagai libur fakultatif, berlaku bagi mereka yang merayakannya, berdasarkan Keputusan Nomor 13 Tahun 2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional.
Pada 2003, di bawah kepemimpinan Presiden Megawati, keputusan ini ditindaklanjuti dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.