Almuzzammil Yusuf Ungkap Bagaimana PKS Sulit Usung Kader Sendiri Menjadi Capres

Siswanto Suara.Com
Selasa, 01 Februari 2022 | 15:08 WIB
Almuzzammil Yusuf Ungkap Bagaimana PKS Sulit Usung Kader Sendiri Menjadi Capres
ILUSTRASI: Kampanye PKS di Stadion Utama Gelora Bung Karno (Humas PKS)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sudah empat pemilu, Partai Keadilan Sejahtera belum pernah berhasil mengusung kader sendiri menjadi calon presiden. PKS selalu mengusung kader partai lain.

Sebenarnya PKS punya kader internal yang mereka siapkan, tetapi realita politiknya tidak memungkinkan untuk mengusung sendiri. Membutuhkan dukungan dari partai lain.

Dukungan dari partai lain terhadap kandidat dari PKS ini yang sering tidak ketemu.

"Kita mengajukan calon kita, (misal) Bung Mabrur kita calonkan, ternyata partai lain nggak mau. Gimana coba?" kata Ketua PKS Almuzzammil Yusuf, Selasa (1/2/2022).

Baca Juga: Anies Baswedan Disebut Dikehendaki Jadi Presiden Karena Selalu Disambut Masyarakat

Partai yang perolehan kursinya di badan legislatif tidak mayoritas, seperti PKS, mustahil bisa mengusung calon presiden sendiri. Mau tidak mau membutuhkan mitra koalisi.

Partai bisa mengusung pasangan calon sendiri jika memperoleh 20 persen kursi di DPR.

Bila berkoalisi, maka siapa yang menjadi calon presiden harus benar-benar bisa diterima semua mitra.

"Namanya kolaborasi itu sama-sama sepakat, nggak bisa dipaksain. Kalau kita paksain, nggak bisa ikut kita. Makanya di situ ada dialog," ujar Muzzammil.

Menjelang pemilu 2024, PKS kembali menyiapkan tokoh internal, kali ini Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri.

Baca Juga: Selalu Disambut Antusias, Pengamat: Rakyat Menghendaki Anies Baswedan jadi Presiden

"Sekarang kita penokohan. Kita ingin tokoh kita terus naik. Sehingga orang ketika bicara nasionalis-religius ya wajar tokoh PKS gitu, ketika tokoh kita menguat ada Habib Salim, ada tokoh lain kan banyak, tokoh Sumatera-nya, tokoh Jawa Barat, Jawa Tengah, dan lain-lain," kata Muzzammil.

Tidak akan muluk-muluk

PKS akan tetap realistis, terutama dari sisi popularitas dan elektabilitas yang diperoleh Salim nanti.

Meski dalam dunia politik segala kemungkinan bisa terjadi, kata Muzzammil, "dalam posisi saat ini, kita posisi kita baik sebagai capres maupun cawapres, walaupun kita sebagai king maker dalam dunia politik ini semuanya mungkin, semuanya mungkin."

"Tapi kalau orang bicara angka realistis, ada yang lebih realistis dari presiden, ada yang lebih realistis dari cawapres. ada yang mungkin realistis sebagai pengusung."

PKS tidak akan muluk-muluk memasang target, kata Muzzammil, "saat ini kita paling tidak cawapres."

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Sohibul Iman mengatakan secara idealis, PKS ingin mengusung kader sendiri menjadi calon presiden. Dia menyebut nama Salim.

"Saya kira keputusan Majelis Syuro yang lalu di mana kami menokohkan Ustaz Salim Segaf Al Jufri itu merupakan salah satu ikhtiar kita. Walaupun tentu kami pada hari ini belum mencapreskan beliau sebagai calon presiden," kata Sohibul, Kamis (13/1/2022).

Peluang Salim bisa terbuka lebar jika popularitas dan elektabilitasnya naik terus menjelang hari H pemilu.

"Tetapi kita menokohkan beliau ke level nasional dan kita akan terus upayakan mensosialisasikan beliau. Dan kalau kemudian nanti akhirnya beliau mengalami proses peningkatan popularitas dan elektabilitas sangat mungkin beliau bisa kita capreskan," kata Sohibul.

Analis politik Pangi Syarwi Chaniago menyebut persyaratan ambang batas presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen menjadi kendala bagi PKS untuk menggolkan calon dari internal mereka.

"Karena 20 persen itu hitungannya cuma dua sampai tiga, dua partai itu nggak banyak, tapi rata-rata hanya bisa tiga partai," kata Pangi.

Kendala berikutnya berkaitan dengan lobi politik dengan koalisi.

"Mungkin pelajaran bagi PKS bagaiamana lobi-lobi politik ini ternyata soal chemistry juga, tapi walaupun dalam koalisi tidak sebatas ideologi, tapi juga soal apa yang diuntungkan. Transaksional pragmatisnya," kata Pangi.

"Kadang-kadang koalisi juga menjawab pertanyaan kemungkinan menang. Jadi mereka berkoalisi kalau kalah nggak mau, harus menang."

Menurut Pangi, calon yang diajukan harus memiliki kemampuan, baik dari sisi elektabilitas maupun popularitas sehingga calonnya memiliki daya tawar yang tinggi.

"Jadi kuncinya pada moncernya elektabilitas (calon) atau tidak. Nah kalau nanti itu terang lampunya itu semua partai juga merapat sebetulnya," kata Pangi. [rangkuman laporan Suara.com]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI