Suara.com - Anggota Komisi III Fraksi Demokrat Santoso menanyakan sampai sejauh mana Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memonitor transaksi keuangan para pejabat.
Tak hanya sebatas pejabat, namun menurut Santoso orang sekeliling juga perlu ikut diawasi. Semisal, kerabat, karyawan. Sebab, lanjut Santoso ada kalangan pejabat yang menyimpan hasil pencucian uang ke rekening milik keluarga, sahabat, kolega maupun anak buah.
"Ini harus jadi model PPATK mencegah money laundry, saat ini banyak para pejabat dia punya rekening tidak miliaran, tapi rumahya ratusan miliaran, belum asetnya. Pas dilihat PPATK tidak punya uang banyak, ini harus menjadi model," kata Santoso dalam rapat kerja, Senin (31/1/2022).
"Kalau PPATK mengalir seperti air tidak akan tuntas orang-orang yang melalukan TPPU," sambungnya.
Baca Juga: PPATK Mulai Awasi Aliran Dana Pinjol Hingga NFT, Cegah Transaksi Hasil Tindak Pidana
Menanggapi itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana meresponsnya dengan memberikan jawaban. Ia mengatakan, PPATK turut melakukan pengawasan kepada transaksi keuangan para pejabat.
Mulai dari nominal transaksi hingga kepada siapa transaksi keuangan ditujukan. Bahkan, kata Ivan pengawasan tidak sebatas kepada kerabat, keluarga, sahabat, kolega, serta anak buah. Namun juga orang dekat di luar lingkup tersebut.
"Jadi bukan hanya kepada keluarga, tapi mohon maaf, misalnya kepada pacar, atau kepada orang lain yang palsu dan segala macam, itu juga yang kita sebut dengan nomini, Pak Santoso," katanya.
"Dalam beberapa kesempatan itu justru transaksi itu terbukti dari pacar, contohnya beberapa penyimpangan itu," sambungnya.
Ivan lantas menyebut beberapa kasus tindak pidana pencucian uang di mana melibatkan kelasih atau pacar dari pelaku.
Baca Juga: Teroris Tak Lagi Gunakan Uang Hasil Kejahatan, PPATK: Pendanaan Berubah Lewat Penggalangan Sumbangan
"Orang pajak itu kan pacarnya pramugari, terus kita lihat yang oknum juga membelikan pacarnya rumah dengan transaksi tunai, berapa ratus juga untuk rumah. Nah dari situ ketahuan terkait dengan oknum ASN, pejabat, dari situ juga ketahuan pejabatnya kita korek, beberapa yang di KPK kan seperti itu," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, eks pramugari maskapai Garuda Indonesia Siwi Widi Purwanti akan mengembalikan uang sebesar Rp 647 juta.
Uang itu diduga didapat Siwi Widi Purwanti dari tindak pencucian uang terdakwa eks pemeriksa pajak Wawan Ridwan. Aliran uang yang diterima Siwi Widi diduga berasal dari anak terdakwa Wawan bernama Farsha Kautsar.
Hal tersebut diungkap jaksa KPK dalam pembacaan dakwaan terdakwa Wawan Ridwan terkait kasus pemeriksaan pajak tahun 2016 sampai 2017 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
"Informasinya memang yang bersangkutan kooperatif akan mengembalikan Rp 648 juta lebih ya, sejauh ini akan mengembalikan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (27/1/2022).
Ali menyebut Siwi Widi akan juga dihadirkan dalam persidangan untuk menjelaskan maksud aliran uang tersebut.
"Sudah ada komitmen, sehingga nanti kami tunggu termasuk ketika saat proses persidangan, kan pasti kami panggil sebagai saksi ya," ucap Ali.
Apakah Siwi Widi nantinya akan dijerat oleh KPK dugaan keterlibatan pencucian uang yang dilakukan oleh terdakwa Wawan Ridwan? Ali menegaskan lebih dulu melihat pembuktian di persidangan. Maka itu, KPK tidak dapat berspekulasi.
"Bahwa kemudian ada yang mengaku, berterus terang, mengembalikan, sebenarnya ini alasan yang meringankan hukuman saja nantinya di persidangan," imbuhnya.
"Ini kan perilaku perbuatan tersangka yang akan dibuktikan berdasarkan kecukupan alat bukti," imbuhnya.
Dalam dakwaan Jaksa KPK, adanya total 21 transfer kepada Siwi Widi Purwanti selaku teman dekat Muhammad Farsha Kautsar pada 8 April 2019-23 Juli 2019 senilai Rp 647.850.000
Siwi Widi Purwanti tidak lain adalah eks pramugari Garuda Indonesia yang pernah viral pada 2020. JPU KPK M Asri Irwan membenarkan Siwi Widi dalam surat dakwaan adalah mantan pramugari Garuda Indonesia.
"Benar mantan pramugari (Garuda Indonesia)," kata jaksa Asri seusai persidangan sidang.
Wawan Ridwan didakwa bersama eks pemeriksa pajak Alfred Simanjuntak. Keduanya diduga menerima suap masing -masing SGD 606.250 atau senilai Rp 6,4 miliar dalam kasus pemeriksaan perpajakan tahun 2016 sampai 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak.
"Melakukan atau turut serta beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp 15 miliar dan SGD 4 juta. Di mana para terdakwa menerima masing-masing sebesar SGD 606,250," kata jaksa dalam pembacaan dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (26/1/2022).
Kasus pajak menjerat Wawan dan Alfred merupakan pengembangan dari dua petinggi Dirjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji dan Dandan Ramdani, yang kini tengah menjalani hukumannya.