Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto melemparkan kritik terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang lebih fokus melakukan pembenahan pada titik-titik yang berada di jantung kota saja. Menurutnya, Anies tidak menjangkau hingga ke pinggiran Jakarta.
Hal tersebut disampaikan Hasto sebagai bentuk evaluasi terhadap Anies yang bakal mengakhiri jabatannya sebagai pemimpin Jakarta pada Oktober 2022.
Hasto menyebut Anies lebih banyak mengurusi lingkungan di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin tanpa mau melihat kondisi pinggiran Jakarta.
"Hal-hal yang berada di pinggiran Jakarta itu tidak mendapatkan sentuhan yang membawa perubahan secara sistemik bagi kemajuan daerah," kata Hasto di Danau Kampung Bintaro, Jakarta Selatan, Sabtu (29/1/2022).
Baca Juga: Soal Pemindahan Ibu Kota Negara, Anies Baswedan: Tidak Akan Ada Efeknya pada Kemacetan di Jakarta
Hasto menganggap kalau Anies melupakan sejumlah kebijakan positif Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta saat dipimpin Joko Widodo (Jokowi) hingga Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ia memberikan satu contoh, yakni di mana Anies luput dalam merawat taman dan danau di DKI Jakarta yang tidak pernah terjadi ketika provinsi berikon Monas itu dipimpin Jokowi atau Ahok.
"Contoh sederhana dalam membuat taman, di dalam merawat danau, di dalam membersihkan sungai yang dahulu dipelopori Pak Jokowi dan Pak Ahok yang secara spektakuler yang mampu mengubah Waduk Ria Rio, sekarang bisa lihat di sana. Kita juga bisa lihat di Tanah Abang bagaimana pengaturannya, apakah ada taman-taman kota yang dirawat dengan baik?," tanya Hasto.
Selain itu, Hasto melihat banyaknya eskavator yang tidak dipergunakan dengan semestinya. Itu disampaikannya setelah melihat sejumlah eskavator milik Pemprov DKI Jakarta yang terparkir di aliran Kali Cideng di dekat Gedung KPK, Jakarta Selatan.
"Saya kalau di Jakarta berkeliling, bagaimana banyak eskavator yang menganggur. Di KPK itu saya sampai bilang, itu buat apa di depan KPK eskavator menganggur. Mengeruknya tidak dilakukan, klaim atas biaya eskalator dilakukan," ungkapnya.
Bahkan ia mengungkap pengalamannya sendiri ketika melakukan penghijauan di Rawa Lindung Jakarta, di mana warga sekitar mengakui bahwa ekskavator di sana jarang dipergunakan.
Baca Juga: Usai Salat Jumat Kelompok Tani Deklarasikan Dukung Anies Baswedan Untuk Pilpres 2024
Menurut Hasto, hal tersebut tidak terjadi ketika DKI Jakarta dipimpin Jokowi dan Ahok. Semua eskavator bekerja maksimal mengeruk kali dan danau.
"Berbeda di era Jokowi dan Ahok. Semua eskavator berjalan. Masyarakat harus menjadi pengawas agar program bisa dijalankan sebaiknya," tutur Hasto.
Belum lagi jika dibandingkan dengan kemampuan Jokowi, Ahok, hingga Djarot Saiful Hidayat yang mengubah kultur di Jakarta. Contohnya adalah mengenai layanan pemadam kebakaran. Jika di era sebelumnya, ada cerita dimana warga harus “bernegosiasi” jika ingin ada air ketika terkadi kebakaran.
“Itu dulu sebelum pak Jokowi. Ketika menjabat, pak Jokowi mengubah kultur itu. Rakyat yang jadi korban, pemadam otomatis memadamkan. Tidak perlu negosiasi. Itu perubahan kultural," terangnya.
"Ini contoh pemimpin mengalirkan disiplin dan ketegasan yang membuat birokrasi satu nafas. Kepemimpinan diukur apabila gubernur berwibawa sampai petugas di lapangan bertugas disiplin, itu namanya kultural organisasi. Jadi tidak bisa pemimpin santai, kerjanya meminta yang di bawah bekerja,” pungkasnya.