Suara.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan memeriksa Edy Mulyadi terkait kasus 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak' pada Senin (31/1/2022) pekan depan. Ini merupakan panggilan kedua terhadap Edy Mulyadi setelah yang bersangkutan mangkir dari panggilan pertama hari ini.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen, Ahmad Ramadhan mengatakan penyidik akan membawa Edy Mulyadi ke Bareskrim Polri jika pada panggilan kedua kembali tidak hadir. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 112 Ayat 2 KUHAP.
"Tadi surat panggilan langsung diantar ke rumah dan yang menerima adalah istri beliau disertai dan ditunjukkan Surat Perintah Membawa. Jadi nanti hari Senin tanggal 31 Januari 2022 kalau seandainya yang bersangkutan tidak hadir, maka kita jemput dan kita bawa ke Mabes Polri," kata Ramadhan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/1/2022).
Dalih Edy Ogah Diperiksa Polisi
Baca Juga: Herman Kadir Sebut Edy Mulyadi Mau ke Kalimantan, Tapi Cuma Buat Jelasin Hal Ini
Edy Mulyadi hari ini mangkir dari panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Dia tak hadir dengan dalih surat panggilan yang dilayangkan oleh penyidik tidak sesuai dengan KUHAP.
Kuasa hukum Edy Mulyadi, Herman Kadir mengatakan pihaknya akan meminta penyidk untuk menunda pemeriksaan.
"Alasannya pertama prosedur pemannggulan tidak sesuai dangan KUHAP. Ini kami mau memasuki surat ini dulu (permintaan penundaan pemeriksaan)," kata Kadir di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/1/2022) pagi tadi.
Alasan kedua, kata Kadir, Edy Mulyadi Tak memenuhi panggilan penyidik karena berhalangan hadir. Namun, dia tak menyebut lebih detail alasan ketidakhadiran tersebut.
"Pak Edy Mulyadi tidak bisa hadir hari ini, ada halangan. Jadi kami hari ini hanya mengantarkan surat untuk penundaan pemeriksaan kepada Mabes Polri," katanya.
Baca Juga: Siapa Eggi Sudjana yang Pakai Baret Merah? Pembela Bela Edy Mulyadi yang Diduga Hina Kalimantan
Tim hukum Edy Mulyadi yang tergabung dalam Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU) sebelumnya juga menyebut surat panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik kepada Edy Mulyadi tidak dijelaskan terkait ringkasan peristiwa yang menjadi dasar mengapa kliennya dipanggil untuk diperiksa. Melainkan, hanya memuat persangkaan Pasal terkait adanya dugaan tindak pidana ujaran kebencian dan permusuhan berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Panggilan hanya menerangkan pasal-pasal yang diduga peristiwa tindak pidana tanpa menjelaskan uraian peristiwanya sehingga tidak diketahui alasan pemanggilan secara jelas," kata Ahmad Khozinudin kepada wartawan, Kamis (26/1) kemarin.
Ahmad menduga panggilan pemeriksaan ini terkait dengan pernyataan Edy Mulyadi tentang lokasi Ibu Kota Negara (IKN) 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak'. Pernyataan ini, kata Ahmad, sejatinya telah dijelaskan oleh Edy Mulyadi merupakan kiasan, bukan makna sebenarnya.
"Ungkapan ini lazim diucapkan di Jakarta. Bahkan, almarhum Ciputra sebelum mengubah kawasan Pondok Indah sebagai Kawasan Elite seperti saat ini, dahulu kawasan pondok indah lazim disebut dengan tempat jin buang anak. Karena kawasan Pondok Indah, dahulu sepi, bahkan seram, banyak tanah kosong dengan tanaman rerimbunan," tuturnya.
Ahmad kemudian meminta Polri untuk bertindak adil. Salah satunya, yakni dengan turut memproses hukum Arteria Dahlan terkait kasus bahasa Sunda.
"Tidak boleh hanya ujaran Edy Mulyadi yang dianggap 'menyinggung' masyarakat Kalimantan yang diproses hukum, sementara ujaran Arteria Dahlan tentang bahasa Sunda yang lebih dahulu dituntut masyarakat Sunda malah dikesampingkan. Polri harus bersikap adil, polri harus bertindak Presisi," bebernya.
"Tidak boleh ada kekebalan hukum kepada satu warga negara, mengingat ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945."