Suara.com - Sejumlah diplomat negara Barat pada Kamis (27/01), mengatakan akan memperluas operasi bantuan untuk Afganistan sambil terus menekan Taliban untuk menghormati hak asasi manusia dan mengizinkan anak perempuan bersekolah.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada Dewan Keamanan pada Rabu (26/01) bahwa kondisi Afganistan seperti "digantung dengan seutas benang" dan menyerukan negara-negara lain mengesahkan semua transaksi yang diperlukan untuk melakukan bantuan kemanusiaan.
Saat ini cadangan bank sentral Afganistan senilai $9,5 miliar di luar negeri masih diblokir, termasuk dukungan pembangunan internasional sudah dihentikan sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021.
Jutaan warga Afganistan terancam mengalami kelaparan selama musim dingin dan angka kemiskinan terus meningkat.
Kenyataan ini terungkap dalam pertemuan antara Taliban, diplomat AS, dan Eropa serta organisasi bantuan dan kelompok masyarakat sipil Afganistan di Norwegia, pada 23-25 Januari lalu.
Ada 10 pernyataan yang dihasilkan, di antaranya para diplomat mengatakan akan "memperluas operasi bantuan, membantu mencegah jatuhnya layanan sosial, dan mendukung kebangkitan ekonomi Afganistan".
Pernyataan tersebut tidak menyebutkan dengan rinci jumlah pendanaan, tetapi mengatakan akan menghilangkan segala hambatan dalam proses pengiriman bantuan.
Desakan memberi akses perempuan untuk sekolah Para diplomat "mencatat dengan keprihatinan serius tidak adanya dan keterbatasan akses ke sekolah menengah untuk anak perempuan di banyak bagian negara dan menggarisbawahi pentingnya pendidikan tinggi bagi perempuan serta kesempatan kerja bagi perempuan di semua bidang."
Mereka menyambut janji publik Taliban bahwa semua perempuan dan anak perempuan dapat mengakses sekolah di semua tingkatan ketika sekolah dibuka kembali pada Maret 2022.
Baca Juga: Delegasi Taliban akan ke Norwegia Bahas Krisis Kemanusiaan
Para pejabat Taliban mengatakan mereka tidak akan mengulangi aturan keras pemerintah Taliban sebelumnya yang sempat digulingkan pasukan AS pada 2001, yakni melarang sebagian besar pendidikan anak perempuan dan melarang perempuan keluar di depan umum tanpa wali laki-laki.
Para diplomat "mendesak Taliban agar berbuat lebih banyak untuk menghentikan peningkatan pelanggaran hak asasi manusia yang semakin mengkhawatirkan," seperti penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, tindakan keras media, termasuk pembunuhan di luar proses hukum dan penyiksaan.
Pada pertemuan tersebut, delegasi Taliban, yang dipimpin pejabat menteri luar negeri Amir Khan Muttaqi, tidak diberikan akses pertemuan dengan menteri tingkat kabinet, tetapi bertemu dengan seorang menteri junior di kementerian luar negeri Norwegia. bh/ha (Reuters)