Suara.com - Komunitas Muslim Jamaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, diliputi kecemasan atas langkah-langkah yang diambil Pemerintah Kabupaten Sintang menyangkut keberadaan masjid Miftahul Huda, kata Ketua Tim Advokasi JAI Fitria Sumarni.
Ditambah lagi, kelompok yang selama ini mempermasalahkan keberadaan masjid Miftahul Huda di Desa Balai Harapan mendatangi Pemerintah Kabupaten Sintang dan menuntut pelaksanakan sanksi SP3 pembongkaran masjid.
Dalam konferensi pers secara daring, Jumat (28/1/2022), Fitria peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini.
Pada 18 Januari 2022, JAI melakukan audiensi dengan Bupati Sintang Jarot Winarno.
Komunitas Muslim JAI meminta Jarot membatalkan rencana pembongkaran Masjid Miftahul Huda yang sudah berdiri sejak 2007 dan meminta waktu untuk melengkapi perizinan masjid jika izin yang ada selama ini masih disoal.
Pengurus JAI juga melaporkan kepada Jarot bahwa mereka pembangunan masjid sudah mendapatkan 77 tanda tangan dari warga sebagai tanda persetujuan.
Tetapi dalam audiensi, kata Fitria, Jarot justru memberikan dua opsi.
Pertama, Pemerintah Kabupaten Sintang bersedia membeli bangunan dan tanah milik JAI dengan harga standar pemerintah.
Kedua, Pemerintah Kabupaten Sintang akan mengalihfungsikan bangunan masjid menjadi rumah tinggal atau balai pertemuan dengan memodifikasi bangunan.
Baca Juga: Penyerangan Masjid, Pengurus JAI Sintang Kirim Surat ke Bupati
Komunitas JAI diberikan batas waktu untuk memilih opsi yang ditawarkan hingga 21 Januari 2022.
Pengurus JAI tentu keberatan dengan opsi itu "karena pemerintah masih saja memframing masjid sebagai bangunan tanpa izin yang difungsikan sebagai tempat ibadah dan mengabaikan fakta bahwa telah ada tanda tangan persetujuan warga yang membuktikan bahwa anggota komunitas Muslim Ahmadiyah diterima dengan baik oleh warga sekitar dan juga fakta bahwa masjid Miftahul Huda telah ada sejak tahun 2007."
Pada tanggal 21 Januari 2022, kata Fitria, bupati Sintang menerbitkan surat tugas untuk menindaklanjuti SP3 dengan Nomor 331.1/0341/SATPOL.PP.C.
Dalam surat tugas itu, bupati Sintang menugaskan 14 orang yang diketuai kepala satuan polisi pamong praja untuk melaksanakan pembongkaran dan modifikasi masjid Miftahul Huda "yang diframing dalam surat tugas tersebut sebagai bangunan tanpa ijin yang difungsikan sebagai tempat ibadah JAI."
Surat tugas itu, kata Fitria, memuat beberapa regulasi, di antaranya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah dan SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah serta regulasi lainnya.
Kemudian pada tanggal 24 Januari 2022, kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Sintang melakukan sosialisasi SP3 di Desa Balai Harapan yang dihadiri oleh forkopimcam dan perwakilan masyarakat Desa Balai Harapan.
Baharudin dan Jenudin yang merupakan pelaku perusakan masjid Miftahul Huda ikut datang dalam sosialisasi, kata Fitria. Kedua orang ini dulu dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Pontianak, melanggar Pasal 170 (1) KUHP dan dijatuhi pidana penjara selama 4 bulan 15 hari.
Dalam sosialisasi itu, perwakilan JAI tidak diberi ruang untuk menyampaikan pendapat atau pertanyaan.
"Dalam sosialisasi tersebut, kepala badan kesbangpol menyampaikan akan segera eksekusi dengan melakukan pembongkaran sebagian dan menambah sebagian sehingga beralih fungsi dari masjid menjadi tempat tinggal sesuai surat tugas dari bupati kepada kepala Satpol PP," kata Fitria.
Setelah sosialisasi, rombongan kesbangpol yang dikawal Satpol PP mendatangi masjid untuk mengukur tanah bangunan, kata Fitria.